div id='fb-root'/>
  • CAKNUN.
  • Bersama Zastrow el-ngatawi
  • Jombang 1-5 Agustus 2015.

Rabu, 28 Januari 2015

GUS DUR DAN KYAI CHUDLORI

GUS DUR DAN KYAI CHUDLORI

   Pada suatu ketika Al 'Arifubillah Almaghfurlah KH. Ahmad Chudlori, yg pernah menjadi santri Hadlrotusy Syeikh Hasyim Asy'ari, menerima rombongan tamu dari sebuah desa. Tamu-tamu itu memiliki persoalan dan memerlukan sebuah solusi dari Kyai Chudlori.

   Mereka menceritakan bahwa pada saat ini bondo desa (kas desa) yg terkumpul sedang disengketakan oleh warga. Satu pihak menginginkan kas desa digunakan utk merehabilitasi bangunan masjid.

   Sedang sebagian warga desa yg lain menginginkan kas desa itu utk membeli gamelan.

   Musyawarah demi musyawarah warga desa itu tdk kunjung menghasilkan kesepakatan, dan satu-satunya kesepakatan yg mereka buat adalah meminta fatwa dari Kyai Chudlori.

   Betapa tercengang Gus Dur karena diluar dugaannya, Kyai Chudlori memberikan fatwa bahwa sebaiknya kas desa itu dibelikan gamelan. Hal yg sama juga terjadi di pihak warga yg menginginkan rehabilitasi masjid, mereka mempertanyakan fatwa Kyai Chudlori.

   Dgn jawaban singkat Kyai Chudlori berkata, "Nanti kalau gamelannya sdh ada, kelak masjidnya akan jadi dgn sendirinya."

   Mungkin peristiwa inilah awal perkenalan Gus Dur pada pemikiran kontroversi. Dan memang seperti yg dikatakan Kyai Chudlori, dikemudian hari masjid itu benar-benar dibangun dgn kerukunan warganya. Sebuah produk pemikiran yg menggambarkan kecerdasan emosi dan spiritual luar biasa yg tercermin dari fatwa Kyai Chudlori.

   Kyai Chudlori, yg merupakan menantu Al 'Arifubillah Almaghfurlah KH. Nahrowie Dalhar pendiri Pesantren Daarussalaam Watucongol, sadar benar bahwa masjid bukan sebuah tujuan melainkan sarana menuju Tuhan. Sedangkan utk mewujudkan sarana itu mustahil terjadi tanpa dukungan dari masyarakatnya. Sejurus dgn itu kekuatan masyarakat hanya akan terbentuk dgn solidaritas.

   Kyai Chudlori memiliki visi yg kuat bahwa dgn alasan apapun masjid sebagai sebuah simbol agama tdk boleh menjadi pemicu konflik umat. Tdk boleh menjadi sumber konflik umat. 

   Begitulah sosok dari KH. Ahmad Chudlori, pendiri Pesantren Tegalrejo Magelang yg begitu mempengaruhi pemikiran Gus Dur tentang makna dan peran agama dlm keberagaman masyarakat.Pada suatu ketika Al 'Arifubillah Almaghfurlah KH. Ahmad Chudlori, yg pernah menjadi santri Hadlrotusy Syeikh Hasyim Asy'ari, menerima rombongan tamu dari sebuah desa. Tamu-tamu itu memiliki persoalan dan memerlukan sebuah solusi dari Kyai Chudlori.
Mereka menceritakan bahwa pada saat ini bondo desa (kas desa) yg terkumpul sedang disengketakan oleh warga. Satu pihak menginginkan kas desa digunakan utk merehabilitasi bangunan masjid.
Sedang sebagian warga desa yg lain menginginkan kas desa itu utk membeli gamelan.
Musyawarah demi musyawarah warga desa itu tdk kunjung menghasilkan kesepakatan, dan satu-satunya kesepakatan yg mereka buat adalah meminta fatwa dari Kyai Chudlori.
Betapa tercengang Gus Dur karena diluar dugaannya, Kyai Chudlori memberikan fatwa bahwa sebaiknya kas desa itu dibelikan gamelan. Hal yg sama juga terjadi di pihak warga yg menginginkan rehabilitasi masjid, mereka mempertanyakan fatwa Kyai Chudlori.
Dgn jawaban singkat Kyai Chudlori berkata, "Nanti kalau gamelannya sdh ada, kelak masjidnya akan jadi dgn sendirinya."

Mungkin peristiwa inilah awal perkenalan Gus Dur pada pemikiran kontroversi. Dan memang seperti yg dikatakan Kyai Chudlori, dikemudian hari masjid itu benar-benar dibangun dgn kerukunan warganya. Sebuah produk pemikiran yg menggambarkan kecerdasan emosi dan spiritual luar biasa yg tercermin dari fatwa Kyai Chudlori.
Kyai Chudlori, yg merupakan menantu Al 'Arifubillah Almaghfurlah KH. Nahrowie Dalhar pendiri Pesantren Daarussalaam Watucongol, sadar benar bahwa masjid bukan sebuah tujuan melainkan sarana menuju Tuhan. Sedangkan utk mewujudkan sarana itu mustahil terjadi tanpa dukungan dari masyarakatnya. Sejurus dgn itu kekuatan masyarakat hanya akan terbentuk dgn solidaritas.
Kyai Chudlori memiliki visi yg kuat bahwa dgn alasan apapun masjid sebagai sebuah simbol agama tdk boleh menjadi pemicu konflik umat. Tdk boleh menjadi sumber konflik umat.
Begitulah sosok dari KH. Ahmad Chudlori, pendi
Suka ·
·

Tidak ada komentar: