div id='fb-root'/>
  • CAKNUN.
  • Bersama Zastrow el-ngatawi
  • Jombang 1-5 Agustus 2015.

Rabu, 28 Januari 2015

BUYA HAMKA DAN ABAH ANOM


BUYA HAMKA DAN ABAH ANOM

   Siapa sangka ketua Majelis Ulama Indonesia yg pertama Haji Abdul Malik bin Abdul Karim Amrullah alias Buya HAMKA, yg lahir pada tanggal 13 Muharram 1326 H/ 16 Februari 1908 M, ternyata pengikut Tarekat Qadiriyah Naqsabandiyah. Mantan ketua Muhammadiyah ini ditalqin oleh Al 'Arifubillah Almaghfurlah KH. Ahmad Sohibul Wafa' Tajul 'Arifin alias Abah Anom yaitu sekitar awal tahun 1981 di Pondok Pesantren Suryalaya. Abah Anom mengisahkan, ketika proses talqin hendak dilakukan, Buya Hamka dibawa masuk ke ruang keluarga dan ditutup pintunya. Hal ini dilakukan dlm rangka menghormati Buya Hamka sebagai ulama besar saat itu.

   Sebab Buya Hamka masuk TQN, ketika sepulang dari Makkah dan datang ke Pondok Pesantren Suryalaya yg menurut penjelasannya karena mendapat petunjuk dari Rasulullah SAW agar menjumpai seorang hamba ALLAH yg ikhlas. Ketika di Suryalaya, didapatinya seorang Mursyid yg sangat sederhana, tdk berjubah, bersorban dan berjenggot sebagaimana yg umum berkenaan dgn sunnah. Demikian juga para santrinya.

   Maka Buya Hamka memohon idzin utk memperbaiki keadaan tersebut. Dikisahkan, selama 3 hari 3 malam, Buya Hamka asyik berceramah berbagai ilmu khasnya yaitu tasawuf, yg melingkupi sunnah dan adab. Berbagai hal yg dianggapnya tdk berkesesuaian dgn sunnah disampaikan.

   Sampailah masa perpisahan, dan ketika Buya Hamka hendak berpamitan pulang, Abah Anom memeluknya dan berkata, "Ucapan jutaan terima kasih atas banyak ilmu yg Buya mau mengatakan kpd Abah, bagaimana mengamalkan semuanya itu. Abah sendiri juga tdk mampu, apatah lagi para santri. Mohon ditunjuki ya Buya," demikian kurang lebih ucapan Abah Anom.

   Ketika itu juga Buya Hamka tersadar, sehinga beliau menangis terisak-isak dan berlutut di hadapan Abah Anom. Buya Hamka sadar, ilmu yg banyak tidaklah berguna bila tdk diamalkan. Kemudian Buya Hamka malah minta ditunjukkan sebaik-baik amalan, sehingga akhirnya ditalqinkan kalimat tertinggi: Laa Ilaaha illa ALLAH.

   Sebelum akhir hayat, Buya Hamka sempat berkunjung secara khusus kpd Abah Anom. Maka seminggu sebelum wafat, Abah Anom memberikan pesan sebelum Buya Hamka pulang ke rumah, yaitu utk menyelesaikan segala urusan wasiat kpd keluarga, dan kemudian agar memfokuskan pada tawajjuh dgn sepenuh hati, agar baik dan mulia di saat kembali kepada-NYA. bahkan Abah Anom menyatakan, bahwa Buya Hamka akan wafat setelah sholat Jum'at.

   Subhanallah, benar saja. Tepat setelah sholat Jum'at Buya Hamka wafat dgn akhir kalamnya adalah kalimat ikhlas. Terdapat keganjilan, dimana jari telunjuk kanan Buya Hamka masih bergerak-gerak (sedang berdzikir khofi), sementara dokter telah menyatakan kematian beliau. Ketika dilaporkan kpd Abah Anom, maka Abah Anom kemudian memberi pesan yg dibawa seorang wakil. Wakil Abah Anom tersebut, setelah sampai di tempat jenazah Buya Hamka berkata, "Sudah sudah, ruhmu sudah kembali, dan jasadmu harus tenang. Jangan mencari adat." Maka berhentilah jari itu dari mengikuti gerakan dzikir. Sungguh merupakan kematian yg sangat indah dari seorang ulama besar sekelas Buya Hamka. Dan beliau wafat tepat hari Jum'at tanggal 24 Juli 1981 dalam usia 73 tahun. Siapa sangka ketua Majelis Ulama Indonesia yg pertama Haji Abdul Malik bin Abdul Karim Amrullah alias Buya HAMKA, yg lahir pada tanggal 13 Muharram 1326 H/ 16 Februari 1908 M, ternyata pengikut Tarekat Qadiriyah Naqsabandiyah. Mantan ketua Muhammadiyah ini ditalqin oleh Al 'Arifubillah Almaghfurlah KH. Ahmad Sohibul Wafa' Tajul 'Arifin alias Abah Anom yaitu sekitar awal tahun 1981 di Pondok Pesantren Suryalaya. Abah Anom mengisahkan, ketika proses talqin hendak dilakukan, Buya Hamka dibawa masuk ke ruang keluarga dan ditutup pintunya. Hal ini dilakukan dlm rangka menghormati Buya Hamka sebagai ulama besar saat itu.
Sebab Buya Hamka masuk TQN, ketika sepulang dari Makkah dan datang ke Pondok Pesantren Suryalaya yg menurut penjelasannya karena mendapat petunjuk dari Rasulullah SAW agar menjumpai seorang hamba ALLAH yg ikhlas. Ketika di Suryalaya, didapatinya seorang Mursyid yg sangat sederhana, tdk berjubah, bersorban dan berjenggot sebagaimana yg umum berkenaan dgn sunnah. Demikian juga para santrinya.

Maka Buya Hamka memohon idzin utk memperbaiki keadaan tersebut. Dikisahkan, selama 3 hari 3 malam, Buya Hamka asyik berceramah berbagai ilmu khasnya yaitu tasawuf, yg melingkupi sunnah dan adab. Berbagai hal yg dianggapnya tdk berkesesuaian dgn sunnah disampaikan.
Sampailah masa perpisahan, dan ketika Buya Hamka hendak berpamitan pulang, Abah Anom memeluknya dan berkata, "Ucapan jutaan terima kasih atas banyak ilmu yg Buya mau mengatakan kpd Abah, bagaimana mengamalkan semuanya itu. Abah sendiri juga tdk mampu, apatah lagi para santri. Mohon ditunjuki ya Buya," demikian kurang lebih ucapan Abah Anom.
Ketika itu juga Buya Hamka tersadar, sehinga beliau menangis terisak-isak dan berlutut di hadapan Abah Anom. Buya Hamka sadar, ilmu yg banyak tidaklah berguna bila tdk diamalkan. Kemudian Buya Hamka malah minta ditunjukkan sebaik-baik amalan, sehingga akhirnya ditalqinkan kalimat tertinggi: Laa Ilaaha illa ALLAH.
Sebelum akhir hayat, Buya Hamka sempat berkunjung secara khusus kpd Abah Anom. Maka seminggu sebelum wafat, Abah Anom memberikan pesan sebelum Buya Hamka pulang ke rumah, yaitu utk menyelesaikan segala urusan wasiat kpd keluarga, dan kemudian agar memfokuskan pada tawajjuh dgn sepenuh hati, agar baik dan mulia di saat kembali kepada-NYA. bahkan Abah Anom menyatakan, bahwa Buya Hamka akan wafat setelah sholat Jum'at.
Subhanallah, benar saja. Tepat setelah sholat Jum'at Buya Hamka wafat dgn akhir kalamnya adalah kalimat ikhlas. Terdapat keganjilan, dimana jari telunjuk kanan Buya Hamka masih bergerak-gerak (sedang berdzikir khofi), sementara dokter telah menyatakan kematian beliau. Ketika dilaporkan kpd Abah Anom, maka Abah Anom kemudian memberi pesan yg dibawa seorang wakil. Wakil Abah Anom tersebut, setelah sampai di tempat jenazah Buya Hamka berkata, "Sudah sudah, ruhmu sudah kembali, dan jasadmu harus tenang. Jangan mencari adat." Maka berhentilah jari itu dari mengikuti gerakan dzikir. Sungguh merupakan kematian yg sangat indah dari seorang ulama besar sekelas Buya Hamka. Dan beliau wafat tepat hari Jum'at tanggal 24 Juli 1981 dalam usia 73 tahun.

·

Tidak ada komentar: