Al 'Arifubillah Almaghfurlah KHR. Abdul
Fattah lahir pada Kamis Pon, 11 Syawal 1290 H/ 1872 M di Mangunsari
Kedungwaru Tulungagung. Wafat pada hari Selasa Pon, 3 Robiul Akhir 1372 H
( 29 Nopember 1954 M) dan dimakamkan di barat masjid pondok Mangunsari,
sehari setelah meninggalnya, pada hari Rabu Wage, 4 Robiul Akhir 1372 H
(30 Nopember 1954 M).
Dari garis ayahnya, KHR. Abdul Fattah
putra KH. Hasan Tholabi Mangunsari Tulungagung. Beliau keturunan ke 14
dari Sayyid Nawawi (Sunan Bayat/ Sunan Pandanaran/ Ihsan Nawawi, Solo)
dan keturunan Rasulullah Saw ke 31. Sedangkan ibunya bernama Nyai
Dokhinah, buyutnya Prawiro Projo, patih Ponorogo ke 5. Nama asli KHR.
Abdul Fattah adalah Muhammad Ma’ruf. Sebenarnya nama Abdul Fattah itu
adalah nama kecil teman akrabnya dari Popongan Jawa Tengah. Beliau
berdua sangat akrab ketika masih belajar di pondok pesantren Jamsaren
Solo. Untuk melestarikan hubungan tersebut beliau berdua saling tukar
nama semenjak pergi menunaikan ibadah haji sebagi rukun Islam ke lima.
KHR. Abdul Fattah seorang ulama yang menguasai berbagai bidang ilmu
agama Islam yang diperoleh dari berbagai ulama. Beliau belajar ilmu
tauhid kepada KH. Imam Bahri, PP Mangunsari, Pace Nganjuk. Belajar ilmu
tasawwuf kepada K. Zaenuddin, PP Mojosari, Loceret Nganjuk. Belajar ilmu
Fiqh kepada KH. Zaenuddin, PP Cempaka, Brebek Nganjuk. Belajar ilmu
tafsir kepada KH. Idris, PP Jamsaren Solo. Belajar ilmu Hadits kepada
KH. Hasyim Asy’ari, PP Tebuireng Jombang. Belajar ilmu Nahwu (Gramatika)
kepada KH. Kholil, Bangkalan Madura. Belajar Al Qur’an kepada KH.
Munawir, PP Krapyak Yogyakarta. Dan belajar berbagai bidang ilmu agama
Islam kepada KH. Sayyid Zein dan KH. Mahfudz At- Turmusy di Masjidil
Haram Makkah Saudi Arabia. Waktu yang dihabiskan KHR. Abdul fattah untuk
belajar berbagai ilmu agama Islam di berbagai pondok pesantren tersebut
selama 24 tahun.
Pada masa penjajahan Jepang, ulama- ulama di
Tulungagung banyak yang ditangkap oleh Jepang. Diantaranya adalah KHR.
Abdul Fattah (Mangunsari), Kyai Syarif (Majan), Kyai Mustaqim (Kauman)
dan lainnya. Mereka disiksa dengan berbagai macam penganiayaan; dipukul,
disetrum listrik, dimasukkan ke kandang ular, ditenggelamkan ke dalam
bak air, disulut dengan api rokok dan berbagai penyiksaan lainnya.
Mereka tetap tabah menjalani penyiksaan di dalam tahanan Jepang. Tidak
henti- hentinya mereka selalu membaca kalimat thoyyibah; subhanallah,
astaghfirullah, masya-Allah, la haula wala quwwata illa billah dsb.
KHR.Abdul Fattah ditahan Jepang jam 8 pagi. Di dalam tahanan selama 9
bulan. Pulang dari tahanan hari Senin dan Selasanya sudah mulai mengajar
santri- santrinya.
Karomah KHR. Abdul Fattah.
Karomah
adalah keistimewaan yang diberikan oleh Allah kepada hamba- hambanya
yang dekat dengan Allah dan selalu digunakan untuk kebaikan dan
kemaslahatan umat. Kebalikan dari karomah adalah istijrod, yaitu
kelebihan yang dimiliki hamba Allah yang jauh dari Allah dan biasanya
selalu digunakan untuk tujuan- tujuan yang tidak baik. KHR. Abdul Fattah
adalah termasuk hamba yang selalu mendekatkan diri kepada Allah. Oleh
karena itu beliau mempunyai beberapa karomah, diantaranya adalah :
1. Setiap hari Senin dan Jum’at beliau biasanya membaca sholawat dziba’
rotibul hadad, tahlil dan dzikir bersama- sama dengan santri . Pada
suatu ketika, setelah melakukan amal- amalan bersama santri, beliau
membagi makanan dan minuman yang dipersiapkan sendiri. Yang membuat para
santri heran adalah nasi yang disediakan hanya satu belanga dan satu
kendi minuman, namun nasi dan minuman tersebut bisa mencukupi hadirin
yang jumlahnya ratusan dan itupun masih tersisa.
2. Pada suatu
hari Kyai Khobir bercerita: Kyai Khobir dan bapak Wardud mengantarkan
makanan beserta lauk pauknya ke tempat KHR. Abdul Fattah. Beliau hanya
mengambil setengah dari makanan yang dihidangkan dan yang setengah lagi
disuruh membawa pulang. Setelah sampai di rumah, ternyata makanan yang
tadinya tinggal separo kembali utuh seperti semula.
3 Menurut
cerita H. Tholhah Josermo (Surabaya), disaat KHR. Abdul Fattah bermukim
di pondok Mangunsari Pace Nganjuk, pada suatu malam Kyai Imam Bahri
(ayah gus Mundir) melihat cahaya yang bersinar cemerlang dari kamar KHR.
Abdul Fattah yang sedang tidur di dalamnya. Akhirnya disaat itu pula
KHR. Abdul Fattah dibaiat sebagai thoriqoh kholwatiyah oleh Kyai Imam
Bahri, pimpinan pondok Mangussari Pace Nganjuk.
4. Pada suatu
hari ada orang melihat KHR. Abdul Fattah sedang sholat Jum’at di masjid
Tawangsari, namun orang lain bercerita melihat beliau, pada hari Jum’at
yang sama, sholat Jum’at di masjid tiban Sunan Kuning Macanbang Gondang.
Sehingga keberadaan beliau tersebut menjadi pembicaraan para santri
pondok.
5. KH. Hasyim Asy’ari Jombang (waktu itu sebagai ketua PB
NU) ingin menemui KHR. Abdul Fattah yang sedang berkhalwat. Sebelumnya
menemui Kyai Siroj untuk menanyakan bagaimana cara menemui KHR. Abdul
Fattah. Oleh Kyai Siroj diminta menulis di sabak (papan kecil untuk
menulis) nama dan keperluannya kemudian dimasukkan lewat pintu tempat
berkhalwat. Jika KHR. Abdul Fattah berkenan menerima biasanya sabak
diambil dan diberi jawaban “Salam dan doa semoga maksud dan tujuan
dikabulkan dan diridhoi Allah”, dan jika belum berkenan menerima sabak
tidak diambil. Ternyata sabak tidak diambil, kemudian KH Hasyim Asy’ari
kembali meneruskan perjalanannya bersilaturrahmi kepada Kyai Zarkasyi
dan Gus Qomaruddin Kauman Tulungagung. Diwaktu yang sama, KHR Abdul
Fattah menemui Gus Wahid Hasyim (putra KH Hasyim Asy’ari) di Jombang
menyatakan ingin menemui ayahnya. Dikatakan oleh Gus wahid bahwa ayahnya
pergi ke Tulungagung ingin bersilaturrahmi kepada Gus Ma’ruf (nama asli
KHR. Abdul Fattah). KHR. Abdul Fattah tidak bersedia masuk rumah, tapi
istirahat di masjid menunggu sampai KH. Hasyim Asy’ari datang dari
Tulungagung. Selang beberapa waktu yang ditunggu datang dan menceritakan
kisah perjalanannya dari Tulungagung. KHR. Abdul fattah menjawab:
“Sebetulnya yang harus datang aku kepada Kyai, bukan malah kyai datang
kepadaku”.
Jasa- jasa KHR. Abdul Fattah
KHR. Abdul Fattah sebagai perintis dan pelopor penggalian benda
bersejarah, terutama makam- makam kuno. Beliaulah yang menemukan dan
menggali makam Bedalem Campurdarat yang didalamnya dimakamkan pejuang-
pejuang Islam, yaitu Pangeran Benowo, Raden Patah dan Dampu Awang.
Setelah ditemukan makam Bedalem beliau menyuruh Kyai Maklum untuk
merawat makam dan mempelopori d
Tidak ada komentar:
Posting Komentar