Kematian bagi
makhluk hidup adalah suatu kemestian. Meskipun berbeda cara dan
penyebabnya sakit, tua, kecelakaan, dan seterusnya. Jasadnya pun, bisa
dimana saja, atau musnah sama sekali tanpa bekas. Kematian lambat atau
cepat adalah mutlak bagi makhluk termasuk manusia.
Manusia adalah makhluk yang terbebani tanggung jawab dalam hayatnya,
terutama terhitung sejak baligh. Perbuatan manusia akan dibalas menurut
baik dan buruknya. Pertanggungjawaban mereka akan dihisab kelak di hari
Kiamat. Allah sebagai hakim yang adil, takkan keliru dalam menghitung
dan mengadili amal setiap orang.Namun, sebelum pembalasan hari Kiamat,
nikmat dan siksa kubur benar adanya. Manusia yang telah terpisah jiwa
dari raganya, akan didatangi malaikat untuk pertanyaan tentang Tuhan,
rasul, pedoman hidup dan seterusnya. Malaikat ini akan bersikap sesuai
perintah, menyiksa dan memberikan nikmat bagi mayit.
Manusia kecuali para rasul, dalam hidupnya tak lepas dari dosa. Dosa inilah yang lalu mesti ditebus dengan siksa kubur oleh yang bersangkutan. Jerit pedih mereka yang sudah mati memang tak didengar oleh manusia yang hidup. Dalam keterangan Rasulullah, hanya hewan hidup lah yang mendengar jeritan mayit yang tersiksa. Mayit pun harus menanggung kelakuan buruknya di dunia. Mereka hanya bisa menerima siksa tanpa bisa melakukan sesuatu apapun.
Mengingat itu, kita yang masih hidup mesti mengambil satu langkah agar dapat meringankan siksa kubur mayit. Lebih istimewa lagi, kita lakukan terhadap orang yang kita kenal, cintai atau yang sangat berjasa dalam kehidupan kita, orang tua, guru, atau kiai.
Diantaranya dengan memberikan hadiah kepada mayyit. Hadiah itu bisa berupa shalat dua rakaat atau berupa sedekah yang pahalanya ditujukan kepada mayyit. Seperti yang diterangkan Rasulullah SAW dalam sabdanya;
Hadiah semacam ini dalam tradisi Islam Nusantara dikenal dengan berbagai sebutan sesuai kaedah local masing-masing. Ada yang menyebutnya ‘tahlilan’, ada yang menyebutnya arwahan, ada yang menyebut samadiahan dan lain sebagainya. Semua itu merupakan perilaku terpuji yang telah me-tradisi dalam wacana Islam Nusantara. Begitu pula dengan shalat hadiah dua rakaat untuk mayit, yang kesunnahannya dilakukan saat malam pertama mayit meninggal. Walaupun taka apa pula jika dilakukan setelah jauh-jauh hari sepeninggal si mayit.
Pahala dari berbagai hadiah itu juga mengalir bagi kita yang masih hidup dan melakukannya, seperti yang diterangkan dalam sebuah hadits
Sejumlah ulama menganjurkan akan baiknya sembahyang 2 raka‘at ini. Ringan dan mudah dilakukan, “Beruntunglah orang yang melakukan sembahyang ini setiap malam dan menghadiahkan pahalanya untuk mayit kaum muslimin.”
Sebagai umat Islam, kita dipanggil untuk peduli dan menanam bibit kasih sayang terhadap alam, hewan dan manusia baik hidup maupun sudah meninggal. Hanya saja, bentuk kasih yang dipersembahkan mesti disesuaikan bagi penerimanya. Untuk saudara kita yang sudah meninggal, kita bisa melakukan sedekah dan sembahyang 2 raka‘at di atas.
Inilah yang dicontohkan Rasulullah SAW. para ulama dan kiai mengawetkan ajaran luhur Rasulullah dengan menuliskan, mengajarkan, menyontohkannya kepada masyarakat luas. Dengan demikian, ajaran Nabi Muhammad SAW. akan lestari hingga hari akhir kelak.
Redaktur: Ulil A. Hadrawiy
Penulis: Alhafiz Kurniawan
Sumber :NU ONLINE
Manusia kecuali para rasul, dalam hidupnya tak lepas dari dosa. Dosa inilah yang lalu mesti ditebus dengan siksa kubur oleh yang bersangkutan. Jerit pedih mereka yang sudah mati memang tak didengar oleh manusia yang hidup. Dalam keterangan Rasulullah, hanya hewan hidup lah yang mendengar jeritan mayit yang tersiksa. Mayit pun harus menanggung kelakuan buruknya di dunia. Mereka hanya bisa menerima siksa tanpa bisa melakukan sesuatu apapun.
Mengingat itu, kita yang masih hidup mesti mengambil satu langkah agar dapat meringankan siksa kubur mayit. Lebih istimewa lagi, kita lakukan terhadap orang yang kita kenal, cintai atau yang sangat berjasa dalam kehidupan kita, orang tua, guru, atau kiai.
Diantaranya dengan memberikan hadiah kepada mayyit. Hadiah itu bisa berupa shalat dua rakaat atau berupa sedekah yang pahalanya ditujukan kepada mayyit. Seperti yang diterangkan Rasulullah SAW dalam sabdanya;
روي
عن النبي صلى الله عليه وسلم أنه قال لا يأتى على الميت أشد من الليلة
الأولى, فارحموا بالصدقة من يموت. فمن لم يجد فليصل ركعتين يقرأ فيهما: أي
في كل ركعة منهما فاتحة الكتاب مرة, وآية الكرسى مرة, وألهاكم التكاثر مرة,
وقل هو الله أحد عشر مرات, ويقول بعد السلام: اللهم إني صليت هذه الصلاة
وتعلم ما أريد, اللهم ابعث ثوابها إلى قبر فلان بن فلان فيبعث الله من
ساعته إلى قبره ألف ملك مع كل ملك نور وهدية يؤنسونه إلى يوم ينفخ فى الصور.
Diriwayatkan dari Rasulullah, Ia bersabda, “Tiada beban siksa
yang lebih keras dari malam pertama kematiannya. Karenanya, kasihanilah
mayit itu dengan bersedekah. Siapa yang tidak mampu bersedekah, maka
hendaklah sembahyang dua raka‘at. Di setiap raka‘at, ia membaca surat
Alfatihah 1 kali, Ayat Kursi 1 kali, surat Attaktsur 1 kali, dan surat
Al-ikhlash 11 kali. Setelah salam, ia berdoa, ‘Allahumma inni shallaitu
hadzihis shalata wa ta‘lamu ma urid. Allahummab ‘ats tsawabaha ila qabri
fulan ibni fulan (sebut nama mayit yang kita maksud),’ Tuhanku, aku
telah lakukan sembahyang ini. Kau pun mengerti maksudku. Tuhanku,
sampaikanlah pahala sembahyangku ini ke kubur (sebut nama mayit yang
dimaksud), niscaya Allah sejak saat itu mengirim 1000 malaikat. Tiap
malaikat membawakan cahaya dan hadiah yang kan menghibur mayit sampai
hari Kiamat tiba.” [Syekh Nawawi Albantani, Nihayatuz Zain, (Bandung,
Almaarif) Hal. 107].Hadiah semacam ini dalam tradisi Islam Nusantara dikenal dengan berbagai sebutan sesuai kaedah local masing-masing. Ada yang menyebutnya ‘tahlilan’, ada yang menyebutnya arwahan, ada yang menyebut samadiahan dan lain sebagainya. Semua itu merupakan perilaku terpuji yang telah me-tradisi dalam wacana Islam Nusantara. Begitu pula dengan shalat hadiah dua rakaat untuk mayit, yang kesunnahannya dilakukan saat malam pertama mayit meninggal. Walaupun taka apa pula jika dilakukan setelah jauh-jauh hari sepeninggal si mayit.
Pahala dari berbagai hadiah itu juga mengalir bagi kita yang masih hidup dan melakukannya, seperti yang diterangkan dalam sebuah hadits
أن فاعل ذلك له ثواب جسيم, منه أنه لا يخرج من الدنيا حتى يرى مكانه فى الجنة.
“Siapa saja yang melakukan sedekah atau sembahyang itu, akan
mendapat pahala yang besar. Di antaranya, ia takkan meninggalkan dunia
sampai melihat tempatnya di surga kelak.”Sejumlah ulama menganjurkan akan baiknya sembahyang 2 raka‘at ini. Ringan dan mudah dilakukan, “Beruntunglah orang yang melakukan sembahyang ini setiap malam dan menghadiahkan pahalanya untuk mayit kaum muslimin.”
Sebagai umat Islam, kita dipanggil untuk peduli dan menanam bibit kasih sayang terhadap alam, hewan dan manusia baik hidup maupun sudah meninggal. Hanya saja, bentuk kasih yang dipersembahkan mesti disesuaikan bagi penerimanya. Untuk saudara kita yang sudah meninggal, kita bisa melakukan sedekah dan sembahyang 2 raka‘at di atas.
Inilah yang dicontohkan Rasulullah SAW. para ulama dan kiai mengawetkan ajaran luhur Rasulullah dengan menuliskan, mengajarkan, menyontohkannya kepada masyarakat luas. Dengan demikian, ajaran Nabi Muhammad SAW. akan lestari hingga hari akhir kelak.
Redaktur: Ulil A. Hadrawiy
Penulis: Alhafiz Kurniawan
Sumber :NU ONLINE
Tidak ada komentar:
Posting Komentar