div id='fb-root'/>
  • CAKNUN.
  • Bersama Zastrow el-ngatawi
  • Jombang 1-5 Agustus 2015.

Sabtu, 19 Juli 2014

Apakah Sejarah Syeh Siti Jenar Selama ini diSelewengkan?.....

Nama asli Syekh Siti Jenar adalah
Sayyid Hasan ’Ali
Al-Husaini, dilahirkan di Persia, Iran.
Kemudian
setelah dewasa mendapat gelar
Syaikh Abdul Jalil.
Dan ketika datang untuk berdakwah
ke Caruban,
sebelah tenggara Cirebon. Dia
mendapat gelar
Syaikh Siti Jenar atau Syaikh Lemah
Abang atau
Syaikh Lemah Brit.

Syaikh Siti Jenar adalah seorang
sayyid atau habib
keturunan dari Rasulullah Saw.
Nasab lengkapnya
adalah Syekh Siti Jenar [Sayyid
Hasan ’Ali] bin
Sayyid Shalih bin Sayyid ’Isa ’Alawi
bin Sayyid
Ahmad Syah Jalaluddin bin Sayyid
’Abdullah Khan
bin Sayyid Abdul Malik Azmat Khan
bin Sayyid 'Alwi
'Ammil Faqih bin Sayyid Muhammad
Shohib Mirbath
bin Sayyid 'Ali Khali Qasam bin
Sayyid 'Alwi Shohib
Baiti Jubair bin Sayyid Muhammad
Maula Ash-
Shaouma'ah bin Sayyid 'Alwi al-
Mubtakir bin Sayyid
'Ubaidillah bin Sayyid Ahmad Al-
Muhajir bin Sayyid
'Isa An-Naqib bin Sayyid Muhammad
An-Naqib bin
Sayyid 'Ali Al-'Uraidhi bin Imam
Ja'far Ash-Shadiq
bin Imam Muhammad al-Baqir bin
Imam 'Ali Zainal
'Abidin bin Imam Husain Asy-Syahid
bin Sayyidah
Fathimah Az-Zahra binti Nabi
Muhammad Rasulullah
Saw.
Syaikh Siti Jenar lahir sekitar tahun
1404 M di
Persia, Iran. Sejak kecil ia berguru
kepada ayahnya
Sayyid Shalih dibidang Al-Qur’an dan
Tafsirnya. Dan
Syaikh Siti Jenar kecil berhasil
menghafal Al-Qur’an
usia 12 tahun.
Kemudian ketika Syaikh Siti Jenar
berusia 17 tahun,
maka ia bersama ayahnya
berdakwah dan berdagang
ke Malaka. Tiba di Malaka ayahnya,
yaitu Sayyid
Shalih, diangkat menjadi Mufti
Malaka oleh
Kesultanan Malaka dibawah
pimpinan Sultan
Muhammad Iskandar Syah. Saat itu.
Kesultanan
Malaka adalah di bawah komando
Khalifah
Muhammad 1, Kekhalifahan Turki
Utsmani.
Akhirnya Syaikh Siti Jenar dan
ayahnya bermukim di
Malaka.
Kemudian pada tahun 1424 M, Ada
perpindahan
kekuasaan antara Sultan Muhammad
Iskandar Syah
kepada Sultan Mudzaffar Syah.
Sekaligus pergantian
mufti baru dari Sayyid Sholih [ayah
Siti Jenar]
kepada Syaikh Syamsuddin Ahmad.
Pada akhir tahun 1425 M. Sayyid
Shalih beserta
anak dan istrinya pindah ke Cirebon.
Di Cirebon
Sayyid Shalih menemui sepupunya
yaitu Sayyid
Kahfi bin Sayyid Ahmad.
Posisi Sayyid Kahfi di Cirebon adalah
sebagai
Mursyid Thariqah Al-Mu’tabarah Al-
Ahadiyyah dari
sanad Utsman bin ’Affan. Sekaligus
Penasehat
Agama Islam Kesultanan Cirebon.
Sayyid Kahfi
kemudian mengajarkan ilmu
Ma’rifatullah kepada Siti
Jenar yang pada waktu itu berusia
20 tahun. Pada
saat itu Mursyid Al-Thariqah Al-
Mu’tabarah Al-
Ahadiyah ada 4 orang, yaitu:
1. Maulana Malik Ibrahim, sebagai
Mursyid Thariqah
al-Mu’tabarah al-Ahadiyyah, dari
sanad sayyidina
Abu Bakar ash-Shiddiq, untuk
wilayah Jawa Timur,
Jawa Tengah, Bali, Sulawesi,
Kalimantan, Nusa
Tenggara, Maluku, dan sekitarnya
2. Sayyid Ahmad Faruqi Sirhindi, dari
sanad
Sayyidina ’Umar bin Khattab, untuk
wilayah Turki,
Afrika Selatan, Mesir dan sekitarnya,
3. Sayyid Kahfi, dari sanad Sayyidina
Utsman bin
’Affan, untuk wilayah Jawa Barat,
Banten, Sumatera,
Champa, dan Asia tenggara
4. Sayyid Abu Abdullah Muhammad
bin Ali bin Ja’far
al-Bilali, dari sanad Imam ’Ali bin Abi
Thalib, untuk
wilayah Makkah, Madinah, Persia,
Iraq, Pakistan,
India, Yaman.
Kitab-Kitab yang dipelajari oleh Siti
Jenar muda
kepada Sayyid Kahfi adalah Kitab
Fusus Al-Hikam
karya Ibnu ’Arabi, Kitab Insan Kamil
karya Abdul
Karim al-Jilli, Ihya’ Ulumuddin karya
Al-Ghazali,
Risalah Qushairiyah karya Imam al-
Qushairi, Tafsir
Ma’rifatullah karya Ruzbihan Baqli,
Kitab At-
Thawasin karya Al-Hallaj, Kitab At-
Tajalli karya Abu
Yazid Al-Busthamiy. Dan Quth al-
Qulub karya Abu
Thalib al-Makkiy.
Sedangkan dalam ilmu Fiqih Islam,
Siti Jenar muda
berguru kepada Sunan Ampel selama
8 tahun. Dan
belajar ilmu ushuluddin kepada
Sunan Gunung Jati
selama 2 tahun.
Setelah wafatnya Sayyid Kahfi, Siti
Jenar diberi
amanat untuk menggantikannya
sebagai Mursyid
Thariqah Al-Mu’tabarah Al-
Ahadiyyah dengan sanad
Utsman bin ’Affan. Di antara murid-
murid Syaikh Siti
Jenar adalah: Muhammad Abdullah
Burhanpuri, Ali
Fansuri, Hamzah Fansuri,
Syamsuddin Pasai, Abdul
Ra’uf Sinkiliy, dan lain-lain.
KESALAHAN SEJARAH TENTANG
SYAIKH SITI JENAR
YANG MENJADI FITNAH adalah:
1. Menganggap bahwa Syaikh Siti
Jenar berasal dari
cacing. Sejarah ini bertentangan
dengan akal sehat
manusia dan Syari’at Islam. Tidak
ada bukti
referensi yang kuat bahwa Syaikh Siti
Jenar berasal
dari cacing. Ini adalah sejarah
bohong. Dalam
sebuah naskah klasik, Serat
Candhakipun Riwayat
jati ; Alih aksara; Perpustakaan
Daerah Propinsi
Jawa Tengah, 2002, hlm. 1, cerita yg
masih sangat
populer tersebut dibantah secara
tegas, “Wondene
kacariyos yen Lemahbang punika
asal saking cacing,
punika ded, sajatosipun inggih
pancen manungsa
darah alit kemawon, griya ing dhusun
Lemahbang.” [Adapun diceritakan
kalau Lemahbang
(Syekh Siti Jenar) itu berasal dari
cacing, itu salah.
Sebenarnya ia memang manusia
yang akrab dengan
rakyat jelata, bertempat tinggal di
desa Lemah
Abang]….
2. “Ajaran Manunggaling Kawulo
Gusti” yang
diidentikkan kepada Syaikh Siti Jenar
oleh beberapa
penulis sejarah Syaikh Siti Jenar
adalah bohong,
tidak berdasar alias ngawur. Istilah
itu berasal dari
Kitab-kitab Primbon Jawa. Padahal
dalam Suluk
Syaikh Siti Jenar, beliau
menggunakan kalimat
“Fana’ wal Baqa’. Fana’ Wal Baqa’
sangat berbeda
penafsirannya dengan Manunggaling
Kawulo Gusti.
Istilah Fana’ Wal Baqa’ merupakan
ajaran tauhid,
yang merujuk pada Firman Allah:
”Kullu syai’in
Haalikun Illa Wajhahu”, artinya
“Segala sesuatu itu
akan rusak dan binasa kecuali Dzat
Allah”. Syaikh
Siti Jenar adalah penganut ajaran
Tauhid Sejati,
Tauhid Fana’ wal Baqa’, Tauhid
Qur’ani dan Tauhid
Syar’iy.
3. Dalam beberapa buku diceritakan
bahwa Syaikh
Siti Jenar meninggalkan Sholat,
Puasa Ramadhan,
Sholat Jum’at, Haji dsb. Syaikh
Burhanpuri dalam
Risalah Burhanpuri halaman 19
membantahnya, ia
berkata, “Saya berguru kepada
Syaikh Siti Jenar
selama 9 tahun, saya melihat dengan
mata kepala
saya sendiri, bahwa dia adalah
pengamal Syari’at
Islam Sejati, bahkan sholat sunnah
yang dilakukan
Syaikh Siti Jenar adalah lebih banyak
dari pada
manusia biasa. Tidak pernah
bibirnya berhenti
berdzikir “Allah..Allah..Allah” dan
membaca Shalawat
nabi, tidak pernah ia putus puasa
Daud, Senin-
Kamis, puasa Yaumul Bidh, dan tidak
pernah saya
melihat dia meninggalkan sholat
Jum’at”.
4. Beberapa penulis telah menulis
bahwa kematian
Syaikh Siti Jenar, dibunuh oleh Wali
Songo, dan
mayatnya berubah menjadi anjing.
Bantahan saya:
“Ini suatu penghinaan kepada
seorang Waliyullah,
seorang cucu Rasulullah. Sungguh
amat keji dan
biadab, seseorang yang menyebut
Syaikh Siti Jenar
lahir dari cacing dan meninggal jadi
anjing. Jika ada
penulis menuliskan seperti itu.
Berarti dia tidak bisa
berfikir jernih. Dalam teori
Antropologi atau Biologi
Quantum sekalipun. Manusia lahir
dari manusia dan
akan wafat sebagai manusia. Maka
saya meluruskan
riwayat ini berdasarkan riwayat para
habaib, ulama’,
kyai dan ajengan yang terpercaya
kewara’annya.
Mereka berkata bahwa Syaikh Siti
Jenar meninggal
dalam kondisi sedang bersujud di
Pengimaman
Masjid Agung Cirebon. Setelah sholat
Tahajjud. Dan
para santri baru mengetahuinya saat
akan
melaksanakan sholat shubuh.
5. Cerita bahwa Syaikh Siti Jenar
dibunuh oleh
Sembilan Wali adalah bohong. Tidak
memiliki
literaturprimer. Cerita itu hanyalah
cerita fiktif yang
ditambah-tambahi, agar kelihatan
dahsyat, dan laku
bila dijadikan film atau sinetron.
Bantahan saya: Wali
Songo adalah penegak Syari’at Islam
di tanah Jawa.
Padahal dalam Maqaashidus
syarii’ah diajarkan
bahwa Islam itu memelihara
kehidupan [Hifzhun
Nasal wal Hayaah]. Tidak boleh
membunuh seorang
jiwa yang mukmin yang di dalam
hatinya ada Iman
kepada Allah. Tidaklah mungkin 9
waliyullah yang
suci dari keturunan Nabi Muhammad
akan
membunuh waliyullah dari keturunan
yang sama.”
Tidak bisa diterima akal sehat.
Penghancuran sejarah ini, menurut
ahli Sejarah
Islam Indonesia (Azyumardi Azra)
adalah ulah
Penjajah Belanda, untuk memecah
belah umat Islam
agar selalu bertikai antara Sunni
dengan Syi’ah,
antara Ulama’ Syari’at dengan
Ulama’ Hakikat.
Bahkan Penjajah Belanda telah
mengklasifikasikan
umat Islam Indonesia dengan Politik
Devide et
Empera [Politik Pecah Belah] dengan
3 kelas:
1. Kelas Santri [diidentikkan dengan
9 Wali]
2. Kelas Priyayi [diidentikkan dengan
Raden Fattah,
Sultan Demak]
3. Kelas Abangan [diidentikkan
dengan Syaikh Siti
Jenar]
Wahai kaum muslimin...melihat
fenomena seperti
ini, maka kita harus waspada
terhadap upaya para
kolonialist, imprealis, zionis,
freemasonry yang
berkedok orientalis terhadap
penulisan sejarah
Islam. Hati-hati....jangan mau kita
diadu dengan
sesama umat Islam. Jangan mau
umat Islam ini
pecah. Ulama’nya pecah. Mari kita
bersatu dalam
naungan Islam untuk kejayaan Islam
dan umat
Islam.

Tidak ada komentar: