HAPPY ENDING
Bayangkan ini akan terjadi beberapa hari atau beberapa
minggu lagi: Temanmu yang selama beberapa bulan
belakangan ini kamu benci, karena berbeda pilihan calon
presiden, tiba-tiba menyukai status Facebookmu lagi—atau
mengomentarinya dengan nada bercanda. Di Twitter, tiba-
tiba dia me-retweet lagi kicauan-kicauanmu yang
disukainya. Lalu sebuah pesan datang kepadamu, “Apa
kabar, Sob? Kapan kita nongkrong lagi?”
Ada apa ini? Kamu bertanya-tanya dalam hati. Kamu masih
ingat perdebatan panjang dengannya soal capres yang
kamu dukung dan capres yang dia bela mati-matian. Kamu
masih sangat kesal dengan status-status Facebook-nya.
Kamu masih jengah dengan tweet-tweetnya yang sarkas
dan penuh fitnah tentangmu dan teman-temanmu yang
menjadi relawan capres kebanggaanmu. Sudah lama
sebenarnya kamu ingin menghapusnya dari daftar teman di
Facebook atau meng-klik tombol unfollow di Twitter, tetapi
seseorang jauh di hati kecilmu, kamu yang lain, selalu
melarangnya. Seperti kapan saja, kamu mengobarkan niat
itu berkali-kali, seperti berkali-kali juga kamu
mengurungkannya. Kini, dia mulai menyapamu lagi?
Mencoba mengakrabkan diri lagi, ada apa sebenarnya?
Tentu saja, kamu penasaran. Kamu mulai lagi mengunjungi
dinding Facebooknya, menengok timeline Twitter-nya. Ada
gambar lucu yang dia poskan. Kamu tersenyum. Meski
pada awalnya ragu, karena satu dan lain hal, kamu klik
juga tombol “suka”. Dan kamu mulai mengetik beberapa
kalimat, agak kikuk sebenanrnya, tetapi akhirnya kamu
kirimkan juga dengan sebuah tanda senyum di bagian
akhirnya. Kamu berharap, tetapi kamu juga cemas. Seperti
cinta pertama.
Dan, ting! Sebuah pemberitahuan: Temanmu menyukai
komentarmu! Lalu ia menyebut namamu di komentar
balasannya. Ada tanda senyum juga di akhir kalimat-
kalimatnya. Kamu tersenyum, tentu saja. Kamu kangen
semua ini. Kamu bahagia luar biasa.
Kamu jadi ingat lagi: Pertemanan dan persahabatan itu luar
biasa! Perbedaan telah mengajarkan kita cara hebat untuk
memaknainya secara lebih sempurna.
Bayangkan ini akan terjadi beberapa hari atau beberapa
minggu lagi, saat keriuhan copras-capres sudah berakhir—
dan pada akhirnya kita harus kembali pada keseharian dan
rutinitas kita masing-masing. Ya, barangkali ini sudah
saatnya kita kembali ke pertemanan dan persahabatan kita
yang indah, menengok timeline Facebook dan Twitter kita
dengan bahagia lagi, seperti suatu pagi saat kita
menyalakan telepon pintar atau layar komputer kita untuk
tersenyum membaca komentar dan posting masing-masing
kita yang penuh keakraban. Kita kangen semua itu.
Bayangkan ini akan terjadi: Tanggal 22 Juli, KPU
mengumumkan siapa calon presiden pilihan rakyat. Kita
menyambutnya dengan penuh suka cita. Kita yang semula
berbeda, saling berangkulan. Saling menerima dengan
lapang dada. Seperti kesepakatan sebelumnya: Kita
menghormati keputusan KPU. Setelah semua pertengkaran,
hujatan, dan bahkan fitnah yang berseliweran di sekeliling
kita, kita menyudahi semua ini dengan “happy ending”: Kita
tumbuh jadi masyarakat yang lebih dewasa menghargai
perbedaan. Toh siapapun presiden Indonesia yang terpilih
nanti, kita bersama telah memenangkan proses demokrasi
ini dengan gemilang!
Bayangkan ini akan terjadi: Pendukung capres yang
menang, tidak sombong. Mereka santai saja. Toh setelah
menang, capres idolamu adalah presiden bagi seluruh
rakyat Indonesia—bukan hanya presidenmu dan teman-
temanmu saja. Pendukung capres yang kalah, mereka tidak
sedih. Mereka santai saja. Dengan lapang dada mereka
mengucapkan selamat kepada capres yang menang. Maka
mereka berbahagia bersama sebab mereka punya
pemimpin baru!
Jika KPU umumkan capres Prabowo pemenang pemilu,
artinya Prabowo akan jadi presidennya pendukung Jokowi
juga. Begitu juga sebaliknya, jika capres Jokowi yang
menang, tenang saja: Mungkin pendukung Prabowo adalah
pendukung Jokowi yang tertunda, kan?
Belakangan ada kabar yang bikin kita ngeri. Katanya bakal
ada kerusuhan pada tanggal 22 Juli? Ah, mari kita buktikan
bersama bahwa kabar itu cuma isapan jempol belaka!
Sekarang kita sedang berkompetisi untuk mencari yang
terbaik, kok… Maka kita tidak sedang bertarung untuk
saling mengalahkan dan menghabisi satu sama lain. 22
Juli adalah momen yang baik buat kita semua, tanda
penting bahwa dukung-mendukung sudah selesai,
perbedaan pilihan sudah berlalu, maka kini saatnya kita
bersatu dan berangkulan sebagai saudara sebangsa.
Lalu apa yang harus kita lakukan pada tanggal 22 Juli
setelah KPU mengumumkan capres pemenang pemilu?
Mungkin tidak ada hal istimewa yang perlu kita lakukan.
Bersyukurlah karena kita sudah melalui semua proses
demokrasi ini dengan baik, aman, dan tertib. Selanjutnya,
diam saja di rumah. Rayakan dengan makan bareng
keluarga. Mungkin kemarin kita berbeda pilihan dengan
anggota keluarga yang lainnya, bermaafan dan peluklah
mereka. Jadikan hari itu sebagai momen baik juga untuk
berbaikan dengan teman-teman yang selama ini berbeda
pilihan.
Ya, demikianlah 22 Juli. Masa debat, kampanye yang
melelahkan, saling ejek, mari kita sudahi dan tinggalkan.
Mari kita bersatu. Kita adalah saudara sebangsa-senegara:
Yang pernah retak, mari kita rekatkan lagi!
Bayangkan ini akan terjadi beberapa hari atau beberapa
minggu lagi: Semua keriuhan pilpres ini berakhir. Dan kita
harus kembali pada keseharian dan rutinitas kita masing-
masing. Biarkan capres terpilih bekerja dengan baik.
Doakan capres yang gagal terpilih untuk tetap sehat dan
bahagia, dia masih tetap putra terbaik bangsa yang tenaga
dan pikirannya dibutuhkan bagi kemajuan Indonesia.
Bayangkan setelah pilpres ini berakhir mereka jadi dua
sahabat yang saling membantu! Betapa bahagianya
Indonesia memiliki mereka berdua.
… Maka mari tinggalkan fans page penuh fitnah, mari
biarkan trio macan kesepian, mari jadikan jalanan sepi di
hari di mana para pengacau menginginkan kita untuk saling
melukai. Dan bayangkan ini akan terjadi: Kamu menyapa
temanmu lagi yang berbeda pilihan. Merayakan lagi
pertemanan dan persahabatan yang sebenarnya terlalu
berharga untuk dikoyak egoisme dan arogansi-arogansi
yang sementara.
“Kapan ngobrol bareng lagi?”
“Kapan ketemuan lagi?”
“Kapan jalan bareng lagi?”
“Apa kabar, nih?”
"Mudik ke mana? Buka bareng, yuk!"
“Baikan, yuk!”
Selasa, 22 Juli 2014
22 JULI
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar