Meminta maaf kepada diri sendiri bisa ditempuh dengan penginsafan hati dan
pembenahan cara berfikir. Memohon ampun kepada Allah bisa dijalankan dengan
cara bersujud, shalat sebanyak-banyaknya, kalau perlu puasa dan menyampaikan
qurban sebagai semacam ruwatan atau pembersihan diri. Tetapi bagaimana caranya
meminta maaf kepada seorang yang dirahmati oleh Allah dengan kegilaan?
Ceritanya, beberapa minggu
yang lalu datang ke rumah kontrakan saya tamu-tamu muda anggota suatu kelompok
Tarikat. Pakaian mereka necis, rambut klimis, gerak-gerik mereka memenuhi
segala konsep kesopanan, dan cahaya wajah mereka bagaikan memancarkan sima'hum
fi wujuhihim min atsaris-sujud: ada tanda-tanda bersinar di wajahnya, jejak sujud-sujud
rnereka kepada-Nya.
Ada banyak problem dan
kepusingan yang sedang menimpa saya seperti juga tiap hari terjadi, tetapi
kalau menerima tamu-tamu penuh kemuliaan seperti ini tidak ada lain yang terasa
kecuali ketenteraman dan keteduhan.
Ini anak-anak Tariqah!
Bayangkanlah. Hampir semua anak muda memperlombakan hedonisme, hura-hura dan
menyembah segala jenis materialisasi manusia, tapi anak-anak muda ini tak perlu
menanti saat sekarat untuk memilih keabadian ruhani.
Tiba-tiba nongol Si Inur,
wanita tamatan SMTA yang oleh semua orang kampung ternpat tinggal saya dianggap
sampah karena sinting sesudah ditinggal pacarnya kawin dulu. Lebih dua puluh
kali sehari ia datarg dan kami mengobrol. Mungkin karena di rumah saya ia
menemukan teman-teman sejawat dan senasib, sehingga bersedia menerimanya dan
ngowongke. Maka saya panggil Si Inur, saya ajak untuk bersalaman dan berkenalan
dengan tamu-tamu terhormat saya. Senyum-senyum ia datang sambil satu tangannya
mempermainkan helai-helai rambut. Ia menyodorkan tangannya dengan ramah, dan
rnendadak saya saksikan tamu-tamu saya kaget, gelagapan dan salah tingkah.
Semuanya tidak bersedia menerima uluran tangan Si Inur dan hanya berkata
disopan-sopankan: "Sudah, sudah... terima kasih, terima kasih!" Tahukan
Anda bahwa saya sendiri tidak menyangka betapa saya mendadak marah menyaksikan
hal itu? Bukan hanya marah, tapi juga meledak-ledak dengan kata-kata amat keras
dan terus terang.
Saya amat sangat tersinggung karena tamu-tarnu saya menolak keramahan seorang
hamba Allah. Apalagi hamba Allah yang ini berangkat ke alam gila dengan membawa
penderitaan hati karena dikhianati cintanya. Sedangkan Allah pun murka kalau
kita khianati cinta-Nya!
Apakah tamu-tamu saya ini merasa yakin akan masuk surga dan Si Inur pasti masuk
neraka, sehingga tak punya kehormatan setitik pun untuk diterima uluran
tangannya? Sedangkan gadis ini sejak beberapa tahun yang lalu telah selamat
hidupnya karena segala perbuatannya akan tidak dikalkulasi oleh Allah berkat
kegilaannya, sementara tamu-tamu ini rnasih menapakkan kakinya di jalanan licin
penuh lumpur dosa-dosa? Ataukah mereka jijik bila tangannya yang bersih dan
wangi harus bersentuhan dengan tangan kumuh kotor si gila? Ahli tarikat anak-anak
muda ini, ataukah priyagung-priyagung yang feodal dan suka merendahkan orang
kecil?
0, mungkin mereka keberatan salaman karena Si Inur itu wanita yang bukan
muhrimnya. Lebih berat manakah takaran antara pahala tidak menyentuh tangan
wanita dibanding dosa tidak memelihara bebrayan sosial? Apakah gadis gila ini
bagi para ahli tarikat masih seorang wanita? Tinggi benar naluri seksnya!
(Harian SURYA, Senin 7
Desember 1992) (Emha Ainun Nadjib/"Gelandangan Di Kamping Sendiri"/
Pustaka Pelajar/1995/PadhangmBulanNetDok)
Saya amat sangat tersinggung karena tamu-tarnu saya menolak keramahan seorang hamba Allah. Apalagi hamba Allah yang ini berangkat ke alam gila dengan membawa penderitaan hati karena dikhianati cintanya. Sedangkan Allah pun murka kalau kita khianati cinta-Nya!
Apakah tamu-tamu saya ini merasa yakin akan masuk surga dan Si Inur pasti masuk neraka, sehingga tak punya kehormatan setitik pun untuk diterima uluran tangannya? Sedangkan gadis ini sejak beberapa tahun yang lalu telah selamat hidupnya karena segala perbuatannya akan tidak dikalkulasi oleh Allah berkat kegilaannya, sementara tamu-tamu ini rnasih menapakkan kakinya di jalanan licin penuh lumpur dosa-dosa? Ataukah mereka jijik bila tangannya yang bersih dan wangi harus bersentuhan dengan tangan kumuh kotor si gila? Ahli tarikat anak-anak muda ini, ataukah priyagung-priyagung yang feodal dan suka merendahkan orang kecil?
0, mungkin mereka keberatan salaman karena Si Inur itu wanita yang bukan muhrimnya. Lebih berat manakah takaran antara pahala tidak menyentuh tangan wanita dibanding dosa tidak memelihara bebrayan sosial? Apakah gadis gila ini bagi para ahli tarikat masih seorang wanita? Tinggi benar naluri seksnya!