div id='fb-root'/>
  • CAKNUN.
  • Bersama Zastrow el-ngatawi
  • Jombang 1-5 Agustus 2015.

Selasa, 09 Agustus 2011

Mbah Mun: Budi dan Pekerti Jangan Dipisah


Rembang, NU Online

Pengasuh Pesantren Al-Anwar, Sarang-Rembang, KH Maemun Zubair (84) mengatakan budi dan pekerti jangan dipisah, karena keduanya satu kesatuan.
“Budi itu perbuatan dohir, badani. Sedangkan pekerti itu dalam. Dalam itu artinya ilmu yang menuntun. Penuntunnya Kanjen Nabi Muhammad. Nah, Nabi itu, khuluquhu Al-Qur’an. Al-Qur’an ya Allah kan? Jadi, Budi Pekerti itu ujung-ujungnya Allah,” jelas KH Maemun Zubari, seusai ngaji kitab Tambihul Ghofilin karya Abu Laits as-Samarqandiy.
“Siapa yang budi pekertinya tidak seperti nabi, itu berarti meninggalkan Allah?” lanjut Mbah Mun, demikian panggilan KH Maemun Zubari, saat ditemui NU Online di kediamannya, kompleks pesantren Sarang, Rembang, pekan lalu.

Ia mengingatkan, orang pesantren harus memakai istilah budi pekerti, bukan akal budi. “budi pekerti itu ada tuntunan yang jelas, ada ilmunya. Ya Al-Qur’an tadi,” tegasnya.
Saat ditanya tentang kitab akhlak yang dikagumi, Mbah Mun tidak menyebutkan kitab secara khusus. Ia menyatakan semua kitab akhlak atau tasawuf karya ulama disukainya.
“Saya tidak mengunggulkan kitab tertentu. Saya membaca semuanya. Lalu saya kawinkan antara kitab satu dengan yang lainnya, mana yang cocok dengan keadaan. Ada yang cocok di sini, ada yang tidak cocok di sana. Ada yang cocok untuk sekarang, ada yang cocok untuk hari yang lain. Silih berganti,” terangnya.
Mbah Mun, kiai yang lahir di Sarang-Rembang 28 Oktober 1928, masih aktif menjalankan rutinitas sebagai ulama. Ngaji di pesantren, ceramah dari kampung ke kampung, dari masjid ke masjid, dari pesantren ke pesantren. “Semuanya saya jalani untuk ibadah,”ujarnya.
“Mbah Mun sangat semangat. Bulan puasa ini jaduanya penuh. Dari waktu dhuha sampai jam 12 malam beliau ngaji untuk santrinya,” kata Mukhlisin, santri asal Purwodadi, Jawa Tengah.
Sewaktu muda, Mbah Mun dikenal sebagai santri yang suka mengembara untuk mencari ilmu, singgah dari satu daerah ke daerah lain. Di antara gurunya adalah KH. Baidlowi Lasem (mertua sendiri), KH. Ma'shum Lasem. Pernah juga ngaji pada KH. Ali Ma'shum Krapyak Jogjakarta, KH. Bisri Musthofa, Rembang, KH. Abdul Wahhab Hasbullah di Jombang, KH. Mushlih Mranggen di Demak, KH. Abbas di Buntet Cirebon, KH. Abul Fadhol, Senori, dan lain-lain.
Saat berusia 21 tahun, ia keliling Mekkah, ngangsu kaweruh selama dua tahun. Di temani kakeknya sendiri, KH. Ahmad bin Syu'aib, Mmbah Mun ngaji pada Sayyid 'Alawi bin Abbas Al-Maliki, Syaikh Al-Imam Hasan Al-Masysyath, Sayyid Amin Al-Quthbi, Syaikh Yasin bin Isa Al- Fadani dan masih banyak lagi. 

Penulis: Hamzah Sahal

Tidak ada komentar: