Ditulis Oleh: Red/KC
Kenduri Cinta bulan ini sangat special, di tengah jalannya acara, setelah 6 bulan lamanya tak nampak secara jasad di muka maiyah Kenduri Cinta, Cak Nun hadir dengan membawa sebungkus rindu di hatinya. Kami para jamaah pun demikian. Di balut tema “Frekwensi Kesabaran”, Kenduri Cinta menghadirkan gejolak cintanya. Majelis ilmu bulan ini menghadirkan beberapa narasumber sebagai pembicara dalam mengupas tema “sabar”
dengan pendekatan berbagai sudut pandang, tentunya pula menghadirkan “kesenian” di sela-sela tema yang antara lain: Pak Plompong dengan kotak “musik” raja bakpaonya, Pepeng dengan lagu- lagunya yang menggelitik, berlirikkan fenomena sosial kekinian, musik ala GENMA, dan tak kalah menghibur, alunan musik arab yang dibawakan teman-teman grup gambus Al-Majnun dari Cepu yang diiringi tarian habib Shokeh.
dengan pendekatan berbagai sudut pandang, tentunya pula menghadirkan “kesenian” di sela-sela tema yang antara lain: Pak Plompong dengan kotak “musik” raja bakpaonya, Pepeng dengan lagu- lagunya yang menggelitik, berlirikkan fenomena sosial kekinian, musik ala GENMA, dan tak kalah menghibur, alunan musik arab yang dibawakan teman-teman grup gambus Al-Majnun dari Cepu yang diiringi tarian habib Shokeh.
Kyai Budi hadir malam itu sebagai narasumber pertama, yang mengupas kesabaran dengan pendekatan cinta. Beliau memaparkan sabar sebagai sebuah kepasrahan, di mana sabar sebagai elemen cinta kepada Sang Empunya Cinta. “Ketika hati sudah dan harus mau pulang kepada pemilikNYA, ketika matahari sudah harus terbenam, kenikmatan dunia sudah selayaknya ditinggalkan”. Begitulah beliau paparkan. Sabar sebagai kata kerja, artinya menahan. Menahan dari cobaan, menahan dari kemaksiatan. Sabar sebagai energi agar kuat menanggung derita, dipakai agar manusia tidak putus asa.
Dan begitu pula syukur, kuat menanggung kurnia, agar manusia tidak terjebak dalam kenikmatan dan kesombongan. Sabar adalah “bajunya” orang miskin, dan syukur adalah “bajunya” orang kaya.
Selanjutnya Kyai Budi mem-breakdown tingkatan kesabaran, antara lain: 1) sabar dalam menjalankan perintah-perintah Allah, yang terinci dalam Hukum Islam, yang maksudnya sabar dalam mengerjakan sholat, puasa, zakat, dan lainnya. 2) sabar dalam menjauhi larangan-larangannya. Allah sesungguhnya menjadikan sesuatu hal “dilarang” untuk dilakukan bukan tanpa maksud, sesungguhnya Allah menjaga kita, manusia dari kehinaan, menjaga harkat dan martabat kita sebagai mahluk ciptaanNYa yang paling sempurna, yang kemudian menjadikan kita bertaqwa kepadaNYA. 3) sabar dalam menerima kebahagiaan. Kebahagiaan sesungguhnya jika disikapi dengan salah dan berlebihan, justru akan berbalik menjelma menjadi bumerang.
Tak lupa Kyai Budi menyampaikan, bahwa sabar menjadikan persinggungan hubungan dengan sesama manusia, yang selalu dipetik adalah kebaikan-kebaikan dari orang lain dalam persinggungan itu, supaya yang muncul adalah “kecintaan”. Ciri-ciri manusia yang memperoleh kebaikan dalam konteks kesabaran, yaitu mereka mampu bersikap toleran.
Narasumber berikutnya adalah Haji Rowi, putera Madura yang pernah menjabat sebagai Ketua Karang Taruna Nasional. Beliau berbagi cerita tentang sepenggal kisah hidupnya dalam merantau di Jakarta dengan Modal “sabar” yang mampu mengantarkannya menikmati kehidupannya yang sekarang. Sabar adalah pasrah, berusaha, dan percaya bahwa Allah beserta orang-orang yang berusaha. Berangkat dari keluarga yang istilah sosial bilang “kalangan bawah”, menjadikannya nekat datang ke Jakarta bermodalkan semangat memperbaiki taraf kehidupan. Karena modal sabar itu pula, beliau berjodoh dengan kesuksesan. Kisah dimulai pada tahun 1998, Indonesia sedang “berantakan” akibat kekuasaan yg “menguasai”. Demo dimana-mana, kerusuhan tak terbendung, mobil dibakar, dan lainnya. Atas izin dan kehendak Allah, dalam situasi kerugian sekalipun, itu bisa jadi sangat menguntungkan bagi pihak lain, tentunya karena “sabar”. Haji Rowi dipertemukan dengan “insting” menciptakan lapangan pekerjaan. Sampah-sampah berwujud besi tua yang berserakan dijalanan pada masa itu, dengan balutan baju “membantu membersihkan”, dijadikannya sebagai barang bernilai ekonomi “lagi”. Beberapa truk ton sampah besi tua berhasil dikumpulkan dan kemudian disulapnya menjadi komoditi yang layak jual. Itu semua mengantarkan beliau menjadi pengusaha di bidang besi tua. Ketidak-sabaran mengakibatkan kegagalan dalam situasi apapun. Sabda Rasul yang berbunyi “Bekerja keraslah kamu di dunia seolah-olah kamu akan hidup selamanya, beribadahlah kamu seolah-olah kamu mati besok” menjadi pegangannya dalam menjalani kehidupan.
Cak Pudjianto dan Agung Bimo Sutejo hadir sebagai narasumber berikutnya. Cak Pudji menyajikan “kesabaran” melalui media audio visual malam itu, film animasi pendek. Dalam layar putih itu, cak Pudji menghadirkan cerita tentang dua orang manusia yang sedang bermain catur, dan ada peperangan. Point yang ingin disampaikan bahwa sabar itu berada di antara syukur dan yakin. Syukur sebagai akibat dari nikmat di masa lalu yang diungkapkan dengan hamdallah, dan yakin terhadap sesuatu hal di masa depan yang dilafalkan dengan insyaAllah.
Sedangkan Agung Bimo Sutejo sedikit menguraikan tentang ilmu “metafisika” yang dibalut dengan cerita pada buku karya Santos, Atlantis ada di Indonesia. Apakah benar Deandles membangun jalan raya anyer panarukan selama setahun? Bisa jadi bangunan itu sudah ada dan Deandles hanya memperbaikinya, menggelitik untuk diketahui.
Malam sudah menua, fajar secara malu-malu menampakkan wajahnya, tetapi jamaah masih setia dengan cintanya, tak beranjak kemana-mana. Saat itulah Cak Nun hadir, menyapa kita semua. Diskusipun berlanjut, dimulai dengan Tanya jawab. Muncul beberapa pertanyaan dari jamaah KC yang ditujukan kepada Cak Nun, antara lain:
* Apakah Allah akan memaafkan para koruptor yang meminta maaf kepadaNYA?
* bagaimana jika kita sebagai hamba lelah dengan kesabaran? Bukankah kesabaran ada batasnya?
* Bagaimana Cak Nun menyerap konteks menjalankan kenikmatan melalui penderitaan?
* Apakah kesabaran bentuknya diam, pasrah? Bagaimana dengan memberontak?
* Kenduri Cinta sebagai wadah sosial “belajar bersama”, ditantang untuk mampu mewujudkan aplikasi real dalam mewujudkan bangsa. Bagaimana menyikapinya?
* Berkaitan Cak Nun sebagai narasumber ahli dalam uji materi peraturan UU tentang penistaan agama, seorang yang mengaku kafir liberal meminta Cak Nun sharing kepada kami jamaah Kenduri Cinta.
* Frekwensi=getaran, posisi terusik. Kesabara=posisi sangat tenang. Apakah frekwensi adalah indikasi ketidaktenangan? Mengapa dalam Al Qur’an disebutkan ruh itu ditiupkan? Dan jasad diciptakan?
* Seorang yang mengaku belum percaya Tuhan bertanya dan memohon ditunjukkan hakekat Tuhan? Dan dia menambahkan diakhir pertanyaannya, Cak Nun bukan idol, jadi jangan berhalakan beliau, kasihan.
Secara komprehensif Cak Nun mencoba menyerap kemudian menjawab pertanyaan-pertanyaan jamaah yang ditujukan kepada beliau. Berikut ini jawaban-jawaban yang coba Cak Nun paparkan.
Ilmu yang paling dasar dalam hidup sesungguhnya adalah mempertanyakan tentang Allah, mencari tahu, dan Allah akan dengan senang hati memperkenalkan diriNYA bagi hamba-hamba yang berusaha mengenalNYA. Mengenal Allah itu bisa dengan cara menyatukan diri denganNYA, Allah ada dalam dirimu, maka kenalilah, nikmati hubunganmu dan Allah dengan cara yang mesra. Allah itu dekat, bahkan sangat dekat, dia ada di dadamu. Dunia itu terlalu kecil, jangan sampai dunia menguasai otakmu. Kalau dunia masih menguasaimu, berarti kamu belum mempunyai kebesaran hati. Ilmu itu dibagi ke dalam 2, ilmu-ilmu social dan ilmu tauhid. Ilmu tauhid terdiri dari Biologi, kimia, fisika, dan cara untuk mematangkannya melalui matematika. Kita tidak akan utuh mempelajari tentang Allah tanpa mempelajari ilmu-ilmunya, ilmu tauhid menempati porsi pertama. Fahami biologi tubuhmu, dengan begitu kau akan tahu bagaimana Allah menciptakan fungsi dalam system anatomi tubuhmu. Fahami fisika alam semesta raya dengan begitu kau akan dapati bahwa Allah maha besar dengan semua ciptaanNYA. Setelah mempelajari ilmu-ilmu tauhid dahulu ilmu-ilmu social akan mampu dipelajari dengan bijaksana kemudian. Ilmu social tidak berdiri sendiri, dan sangat kompleks, karena mempelajari hubungan antar manusia dalam ruang dan waktu. Kamu tidak tahu apa-apa tentang hidupmu, apa bekalmu untuk menghadapi ketidaktahuan? Yaitu dengan bersabar dan berserah dirilah kepadaNYA. Sesungguhnya sabar adalah lebih baik dari pada radikal. Manusia tidak akan pernah tahu tentang apa-apa yang akan terjadi di depan, tidak ada yang bisa menjadwalkan kapan kita buang air kecil, kapan kita ngantuk, kapan kita sakit, kapan kita punya anak, tidak ada. Manusia adalah sangat buta tentang masa depan yang hanya Allah yang Maha Tahu.
Selanjutnya Cak Nun mendefinisikan sabar sebagai energi, dan memaparkan hubungan kesabaran dengan tiga hal: kesabaran dan Allah, kesabaran dan teknologi, serta kesabaran dan ilmu. Ketika teknologi ditemukan, dan dengan teknologi itu pula hidup kita menjadi lebih mudah, sesungguhnya kita telah kehilangan energy kesabaran kita sepersekian persen. Teknologi semakin canggih dari waktu ke waktu, begitu canggihnya sehingga sedikit saja kita temui hambatan, kelambatan dalam menggunakannya, kita akan berkeluh, tidak sabar. Contohnya ketika pesawat terbang memudahkan kita menjelajahi berbagai tempat di belahan bumi ini, sedikit saja dia terlambat, kita akan mengeluh. Ketika kita sedang menggunakan teknologi computer, sedikit saja computer itu “lemot” kitapun akan berkeluh. Begitu kesabaran dalam hubungannya dengan teknologi. Manusia adalah makhluk berakal, dan dengan akalnya itu manusia di “suruh” Allah untuk berfikir. Iqra, bacalah, yang dipahami sebagai “berfikirlah”. Kesabaran dalam menuntut ilmu adalah mutlak harus dimiliki oleh setiap manusia. Ilmu tidak ujug-ujug datang sendiri kepada kita, dia dicari, ditemukan, dicerna, dipahami, dan diaplikasikan dihidup kita. Untuk itu semua diperlukan kesabaran. Di dalam kesabaran yang luar biasa, maka masuklah ilmu yang luar biasa pula. Paparan hubungan antara sabar dan teknologi, sabar dan ilmu seperti diuraikan di atas sesungguhnya adalah manifestasi dari kesabaran kita dalam hubungannya sebagai makhluk Allah. Kesabaran kita dalam berinteraksi denganNYA, mengenalNYA.
Dalam kaitannya sebagai narasumber dalam uji materi di Mahkamah Konstitusi jumat siang tadi, Cak Nun menceritakan bahwa dia berpendapat undang-undang ini kalau di cabut akan mendatangkan kegelisahan, kalau tidak dicabut klausul-klausul di dalam undang-undang ini sudah berkurang relevansinya dengan “keadaan” saat ini. Untuk itu dia menyarankan perlu adanya revisi atas undang-undang itu yang dibuat melalui “mengumpulkan” semua ahli untuk menyatukan pemahaman, mendiskusikannya.
Punyai sifat sabar yang arif dalam dirimu. Kesabaran itu masalah kearifan, bukan kewajiban. Yang penting jangan menciptakan kemudharatan lebih banyak pada dirimu. Semakin anda bersabar, semakin menciptakan kemaslahatan. Semakin orang tidak sabar, semakin dia tidak menikmati kehidupan. 99% pendapat kita tentang sesuatu hal lebih baik disimpan, demi terciptanya perdamaian. Agama tidak untuk diperdebatkan. Agama itu istri, jangan diperbandingkan mana yang lebih cantik. Islam itu bukan lembaga, islam itu rohani. Islam harus dibangun dasarnya kepercayaan, mencari kebenaran, bukan pembenaran. Dalam memahami islam, mungkin analoginya seperti permainan sepakbola. Garis offside dibuat sebagai aturan agar jelas batasan mana yang boleh dan tidak boleh, tetapi permainan sepakbola menjadi “indah” karena kemampuan mengelola bola para pemainnya. Jadi yang ditekankan itu wajib “mengolah bolanya”, jadi yang diutamakan untuk dilihat itu adalah wajibnya.
Manusia yang dekat dengan Allah itu sesungguhnya yang punyai kerendahan hati. Dia tidak melihat “kelebihan” yang dipunyainya sebagai hal untuk merendahkan orang lain. Kalau anda sanggup meremehkan diri sendiri, sesungguhnya anda menjadi besar. Karena sesungguhnya itu semua datang dari Allah. Kalau kita mau jujur menelisik ke dalam hati nurani, kita akan malu menganggap diri kita pintar, lebih pintar dari orang lain. Saya baik, lebih baik dari orang lain, saya soleh, lebih soleh dari orang lain, sehingga “mencap” orang lain kafir. Sesungguhnya kesombongan hanya milik Allah.
Allah itu Maha Pemaaf, Maha Pemurah. Allah akan memaafkan hambaNYA yang menyesali kesalahan jika hambaNYA lebih dulu meminta maaf kepada orang yang telah disakitinya. Sabar itu tidak ada batasnya, sampai kematian menjemput. Batasan sabar itu hanya Allah yang Maha Tahu. Tentang ruh ditiupkan dan jasad diciptakan, Cak Nun sendiri tak lebih tahu dari jamaah yang bertanya.
Dipenghujung diskusi, Cak Nun mengundang Sabrang untuk sedikit menjelaskan tentang keterkaitan antara ilmu fisika, biologi, kimia, dan matematika dalam kaitannya memahami kehidupan. Sabrang menyampaikan bahwa sesungguhnya fisika adalah “hal” yang paling kecil, tapi justru paling mempengaruhi semua elemen, ada sebab ada akibat. “freewill” itu tidak ada, dia hanya ujung. Ketika kita pada posisi harus memilih, sebenarnya bukan memilih, tetapi pada titik itu kita diberi tahu alasan untuk memilih. Pilihan-pilihan yang kecil dalam hidup kita, justru itu yang kadang menentukan hidup kita selanjutnya, yang mempengaruhi pilihan-pilihan lain.
Pukul 3 pagi, Majelis ilmu Kenduri Cinta malam itu ditutup dengan salawat bersama yang dipimpin oleh Cak Nun. Semoga kebersamaan malam ini, dengan niat mencari ilmu, dan mendekat kepadaNYA, diberi keridhoan olehNYA.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar