Sedulurku
tercinta, aku tak bosan-bosannya membaca novel Layla Majnun, dari cetakan yang
lama sampai cetakan terbaru dari pengarang Hakim Nizhami itu. Bagi Majnun [nama
aslinya Qois], cinta didefisinikan dengan sangat konkret, ia mencintai apa saja
yang datang dari tempat kekasihnya. Ia mengembara sejak perpisahannya dari
sekolah bersama Layla [karena orang tua Layla merasa ternoda kehormatannya],
menyebut-nyebut nama Layla, dengan berjalan terseok-seok, ia menulis puisi
untuk Layla dan membacanya sepanjang perjalanan. Ia tidak berbicara apa pun
kecuali tentang Layla [anak gadis yang bermata hitam, rambut hitam, sehitam
malam, makanya disebut Layla], Ketika orang lain mengajaknya bicara, ia tidak
pernah menjawabnya kecuali kalau orang itu membicarakan Layla.
Karena banyak orang mengganggunya, mengalihkan
perhatiannya dari Layla, Majnun lalu memutuskan untuk meninggalkan masyarakat
sama sekali. Ia tinggalkan kampung, orang tua dan sahabat-sahabatnya. Ia
membangun sebuah cakruk [gubug]. Dan melalui jendela kecil dari cakruk itu, ia
pandangi selalu rumah Layla. Setiap hari ia petik bunga, ia hanyutkan bunga itu
pada lewat selokan yang mengarah ke rumah Layla dengan harapan Layla menangkap
pesan cintanya itu. Ia berbicara kepada burung-burung, meminta untuk terbang ke
rumah Layla dan mengatakan kepadanya bahwa Majnun tidak jauh dari rumahnya.
Ketika angin bertiup dari rumah Layla sampai ke cakruknya itu, ia hirup angin
itu dengan hirupan yang panjang, karena angin itu berasal dari rumah Layla.
Kalau ada anjing yang tersesat datang dari kampung Layla, ia pelihara anjing
itu dengan baik-baik, ia rawat dan ia cintai anjing itu layaknya binatang suci
sampai anjing itu meninggalkannya.
Apa saja yang datang dari tempat sang kekasih, ia
cintai dan sayangi, sama seperti cintanya kepada sang kekasih hatinya. Waktu
berlalu dan Majnun tidak melihat sedikit pun jejak-jejak Layla, maka
kerinduannya semakin menyala dan membara, sampai ia merasa bahwa ia takkan
dapat hidup lagi, tanpa sempat melihat wajah Layla. Orang tua Majnun sempat
melamarkan kepada Layla, tetapi ditolak, apalagi anaknya itu sudah digelari
masyarakat dengan si Gila atau Majnun.
Ketika dinaikkan haji orang tuanya sebagai terapi agar
bisa sembuh, Majnun berdoa di tanah suci itu: "Duhai Yang Paling Terkasih,
Raja dari segala raja, Engkaulah yang menurunkan rasa cinta. Aku hanya bermohon
satu hal kepadaMu. Angkatlah cintaku setinggi-tingginya sehingga sekiranya aku
binasa sekalipun, cintaku dan kekasihku tetap abadi." Setelah haji
ternyata tambah parah, ia tinggal di reruntuhan rumah, berambut panjang, ia
hidup dengan binatang, ia nyanyikan kecintaannya itu kepada binatang-binatang.
Dari kecintaannya kepada layla, ia mencintai seluruh binatang yang ada di rimba
raya itu, bahkan tidur pun ia bersama binatang buas, dan binatang buas pun
dijinakkan oleh hati yang dipenuhi cinta. Bahkan ketika mendengar kabar Layla
tlah dijodohkan, ia menangis sepanjang hari, ia menyanyikan lagu-lagu yang
begitu mengharukan, binatang-binatang pun ikut menangis mendengarkannya.
Perasaannya kepada Layla tidak pernah berubah,
cintanya semakin bertambah-tambah. Kemudian Majnun mengirim surat ucapan
selamat kepada Layla: "Semoga kebahagiaan di seluruh alam semesta
diberikan kepadamu. Aku tidak meminta apa pun sebagai tanda kecintaanmu. Aku
hanya meminta satu hal: ingatlah namaku, walau pun engkau sudah memilih orang
lain sebagai teman dekatmu. Jangan kau lupakan, ada seseorang ditempat lain
yang sekiranya tubuhnya dirobek-robek sekalipun, ia akan tetap menyebut namamu:
Layla..".
Sampai pada akhirnya Majnun mendengar kematian Layla,
ia jatuh pingsan, beberapa hari ia tak sadarkan diri. Dengan tertatih-tatih ia
datang ke kuburan Layla, di situ ia menangis berhari-hari sampai akhirnya Tuhan
mengambil nyawanya. Tubuh Majnun tergeletak di kuburan Layla selama setahun,
tidak ada yang tahu, sampai ketika diadakan khoul kematian Layla. Mayat Majnun
akhirnya dikuburkan bersama dengan mayat Layla dalam satu kubur sebagai
penghormatan cintanya, di tempat yang sama, di tempat abadi itulah, keduanya
bertemu....
Kawan-kawan, lalu ada seorang sufi bermimpi melihat
Majnun berada disamping Tuhan, dan Tuhan membelai-belai kepalanya dengan penuh
kecintaan dan kasih sayang. Majnun disuruh duduk di singga sanaNya, kemudian
Tuhan berkata kepadanya: "Tidakkah engkau malu memanggil Aku dengan nama
Layla, setelah kau teguk anggur cintaKu". Sang Sufi itu terbangun dalam
keadaan cemas. Ia telah melihat posisi Majnun, lalu bagaimana dengan posisi
Layla? Tuhan lalu mengilhamkan ke dalam hatinya bahwa posisi Layla lebih tinggi
lagi, karena Layla menyembunyikan kisah cintanya dalam hatinya itu....
Mualif : Kyai Budi Harjono.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar