div id='fb-root'/>
  • CAKNUN.
  • Bersama Zastrow el-ngatawi
  • Jombang 1-5 Agustus 2015.

Senin, 15 Februari 2016

Majnun Cinta


Sedulurku tercinta, aku tak bosan-bosannya membaca novel Layla Majnun, dari cetakan yang lama sampai cetakan terbaru dari pengarang Hakim Nizhami itu. Bagi Majnun [nama aslinya Qois], cinta didefisinikan dengan sangat konkret, ia mencintai apa saja yang datang dari tempat kekasihnya. Ia mengembara sejak perpisahannya dari sekolah bersama Layla [karena orang tua Layla merasa ternoda kehormatannya], menyebut-nyebut nama Layla, dengan berjalan terseok-seok, ia menulis puisi untuk Layla dan membacanya sepanjang perjalanan. Ia tidak berbicara apa pun kecuali tentang Layla [anak gadis yang bermata hitam, rambut hitam, sehitam malam, makanya disebut Layla], Ketika orang lain mengajaknya bicara, ia tidak pernah menjawabnya kecuali kalau orang itu membicarakan Layla.
Karena banyak orang mengganggunya, mengalihkan perhatiannya dari Layla, Majnun lalu memutuskan untuk meninggalkan masyarakat sama sekali. Ia tinggalkan kampung, orang tua dan sahabat-sahabatnya. Ia membangun sebuah cakruk [gubug]. Dan melalui jendela kecil dari cakruk itu, ia pandangi selalu rumah Layla. Setiap hari ia petik bunga, ia hanyutkan bunga itu pada lewat selokan yang mengarah ke rumah Layla dengan harapan Layla menangkap pesan cintanya itu. Ia berbicara kepada burung-burung, meminta untuk terbang ke rumah Layla dan mengatakan kepadanya bahwa Majnun tidak jauh dari rumahnya. Ketika angin bertiup dari rumah Layla sampai ke cakruknya itu, ia hirup angin itu dengan hirupan yang panjang, karena angin itu berasal dari rumah Layla. Kalau ada anjing yang tersesat datang dari kampung Layla, ia pelihara anjing itu dengan baik-baik, ia rawat dan ia cintai anjing itu layaknya binatang suci sampai anjing itu meninggalkannya.
Apa saja yang datang dari tempat sang kekasih, ia cintai dan sayangi, sama seperti cintanya kepada sang kekasih hatinya. Waktu berlalu dan Majnun tidak melihat sedikit pun jejak-jejak Layla, maka kerinduannya semakin menyala dan membara, sampai ia merasa bahwa ia takkan dapat hidup lagi, tanpa sempat melihat wajah Layla. Orang tua Majnun sempat melamarkan kepada Layla, tetapi ditolak, apalagi anaknya itu sudah digelari masyarakat dengan si Gila atau Majnun.
Ketika dinaikkan haji orang tuanya sebagai terapi agar bisa sembuh, Majnun berdoa di tanah suci itu: "Duhai Yang Paling Terkasih, Raja dari segala raja, Engkaulah yang menurunkan rasa cinta. Aku hanya bermohon satu hal kepadaMu. Angkatlah cintaku setinggi-tingginya sehingga sekiranya aku binasa sekalipun, cintaku dan kekasihku tetap abadi." Setelah haji ternyata tambah parah, ia tinggal di reruntuhan rumah, berambut panjang, ia hidup dengan binatang, ia nyanyikan kecintaannya itu kepada binatang-binatang. Dari kecintaannya kepada layla, ia mencintai seluruh binatang yang ada di rimba raya itu, bahkan tidur pun ia bersama binatang buas, dan binatang buas pun dijinakkan oleh hati yang dipenuhi cinta. Bahkan ketika mendengar kabar Layla tlah dijodohkan, ia menangis sepanjang hari, ia menyanyikan lagu-lagu yang begitu mengharukan, binatang-binatang pun ikut menangis mendengarkannya.
Perasaannya kepada Layla tidak pernah berubah, cintanya semakin bertambah-tambah. Kemudian Majnun mengirim surat ucapan selamat kepada Layla: "Semoga kebahagiaan di seluruh alam semesta diberikan kepadamu. Aku tidak meminta apa pun sebagai tanda kecintaanmu. Aku hanya meminta satu hal: ingatlah namaku, walau pun engkau sudah memilih orang lain sebagai teman dekatmu. Jangan kau lupakan, ada seseorang ditempat lain yang sekiranya tubuhnya dirobek-robek sekalipun, ia akan tetap menyebut namamu: Layla..".
Sampai pada akhirnya Majnun mendengar kematian Layla, ia jatuh pingsan, beberapa hari ia tak sadarkan diri. Dengan tertatih-tatih ia datang ke kuburan Layla, di situ ia menangis berhari-hari sampai akhirnya Tuhan mengambil nyawanya. Tubuh Majnun tergeletak di kuburan Layla selama setahun, tidak ada yang tahu, sampai ketika diadakan khoul kematian Layla. Mayat Majnun akhirnya dikuburkan bersama dengan mayat Layla dalam satu kubur sebagai penghormatan cintanya, di tempat yang sama, di tempat abadi itulah, keduanya bertemu....
Kawan-kawan, lalu ada seorang sufi bermimpi melihat Majnun berada disamping Tuhan, dan Tuhan membelai-belai kepalanya dengan penuh kecintaan dan kasih sayang. Majnun disuruh duduk di singga sanaNya, kemudian Tuhan berkata kepadanya: "Tidakkah engkau malu memanggil Aku dengan nama Layla, setelah kau teguk anggur cintaKu". Sang Sufi itu terbangun dalam keadaan cemas. Ia telah melihat posisi Majnun, lalu bagaimana dengan posisi Layla? Tuhan lalu mengilhamkan ke dalam hatinya bahwa posisi Layla lebih tinggi lagi, karena Layla menyembunyikan kisah cintanya dalam hatinya itu....

Mualif : Kyai Budi Harjono.

Tidak ada komentar: