div id='fb-root'/>
  • CAKNUN.
  • Bersama Zastrow el-ngatawi
  • Jombang 1-5 Agustus 2015.

Senin, 02 Februari 2015

GUS MIEK DAN KI JOGOREKSO

GUS MIEK DAN KI JOGOREKSO

Pada masa itu, Ki Jogorekso terkenal sebagai seorang wali yang nyentrik. Bila menemui tamu yang datang ke rumahnya, selalu berpakaian sedapatnya, terkadang tidak memakai baju, bahkan kain sarungnya pun tidak jarang tersingkap menampakkan auratnya. Ketika Gus Miek yang sowan, Mbah Jogorekso berpakaian sangat rapi bahkan duduk dan bertutur kata pun sangat sopan.

Bila ada orang yang akan dekat dengan Allah, atau orang itu akan menjadi orang yang besar, tamu itu akan diuji dengan sesuatu yang tidak menyenangkan oleh Mbah Jogorekso. Tetapi, bila akan mengalami keburukan atau menjadi orang durhaka akan diuji dengan sesuatu yang menyenangkan.

Suatu hari, Gus Miek bersama Hamim Hasyim, Kemayan, Kediri, menemui Ki Jogorekso, Gus Miek ditempeleng dengan sangat keras oleh Ki Jogorekso sehingga pipinya tampak memerah. Gus Miek kemudian mundur agak menjauh dari Ki Jogoreso. Tetapi, Nyai Jogorekso yang saat itu berada di samping pintu justru menyuruh Gus Miek maju.

“Gus, sampean maju lagi,” kata Nyai Jogorekso.

Gus Miek pun maju lagi lebih dekat, tetapi kembali ditempeleng lebih keras lagi sehingga matanya tampak berkaca-kaca menahan sakit. Gus Miek mundur, tetapi Nyai Jogorekso kembali menyuruhnya maju, bahkan lebih dekat lagi. Kembali Ki Jogorekso menempeleng Gus Miek untuk yang ketiga kali, sehingga wajahnya tampak semakin merah. Setelah ditempeleng untuk yang ketiga kalinya, dan Gus Miek berniat maju lagi, Nyai Jogorekso mencegahnya.

”Sudah, Gus. Sudah cukup,” kata Nyai Jogorekso.

Ketika akan berpamitan pulang, Ki Jogorekso memeluk Gus Miek cukup lama.

Pada kesempatan yang lain, Gus Miek bersama KH. Abdul Hamid Kajoran berkunjung ke Watucongol.

“Mbah, mari ke Gunungpring!” ajak Gus Miek kepada KH. Abdul Hamid Kajoran.

“Mari,” jawab KH. Hamid.

Tiba di Gunungpring waktu hampir Ashar. Menaiki tangga jalan menuju makam yang panjang dan mendaki, Gus Miek menyuruh Sunyoto memapah KH. Abdul Hamid Kajoran. Di makam KH. Dalhar, Gus Miek memimpin tawasulan dan doa.

“Mbah, mari ke Mbah Jogo,” ajak Gus Miek kepada KH. Abdul Hamid Kajoran.

KH. Abdul Hamid pun mengiyakan. Tiba di rumah Ki Jogorekso, Gus Miek tiba-tiba menyelinap entah kemana, sementara KH. Abdul Hamid Kajoran dan Mulyadi sudah telanjur masuk, sementara Sunyoto hanya ada di luar menunggu Gus Miek. Tampak KH. Abdul Hamid duduk berbincang dengan Nyai Jogorekso dengan menunduk penuh hormat, sementara Mulyadi hanya diam saja.

Tiba-tiba Gus Miek masuk tanpa memakai peci, menepuk lutut Nyai Jogorekso yang saat itu duduk di kursi di seberang KH. Abdul Hamid.

“Mbah, saya akan berdoa, diamini ya?” kata Gus Miek, lalu berdoa sambil tetap berdiri. Nyai Jogorekso mengamini doa Gus Miek dan menjerit-jerit menyebut nama ALLAH, membuat Mulyadi dan Sunyoto merinding mendengarnya.
Pada masa itu, Ki Jogorekso terkenal sebagai seorang wali yang nyentrik. Bila menemui tamu yang datang ke rumahnya, selalu berpakaian sedapatnya, terkadang tidak memakai baju, bahkan kain sarungnya pun tidak jarang tersingkap menampakkan auratnya. Ketika Gus Miek yang sowan, Mbah Jogorekso berpakaian sangat rapi bahkan duduk dan bertutur kata pun sangat sopan.
Bila ada orang yang akan dekat dengan Allah, atau orang itu akan menjadi orang yang besar, tamu itu akan diuji dengan sesuatu yang tidak menyenangkan oleh Mbah Jogorekso. Tetapi, bila akan mengalami keburukan atau menjadi orang durhaka akan diuji dengan sesuatu yang menyenangkan.
Suatu hari, Gus Miek bersama Hamim Hasyim, Kemayan, Kediri, menemui Ki Jogorekso, Gus Miek ditempeleng dengan sangat keras oleh Ki Jogorekso sehingga pipinya tampak memerah. Gus Miek kemudian mundur agak menjauh dari Ki Jogoreso. Tetapi, Nyai Jogorekso yang saat itu berada di samping pintu justru menyuruh Gus Miek maju.
“Gus, sampean maju lagi,” kata Nyai Jogorekso.
Gus Miek pun maju lagi lebih dekat, tetapi kembali ditempeleng lebih keras lagi sehingga matanya tampak berkaca-kaca menahan sakit. Gus Miek mundur, tetapi Nyai Jogorekso kembali menyuruhnya maju, bahkan lebih dekat lagi. Kembali Ki Jogorekso menempeleng Gus Miek untuk yang ketiga kali, sehingga wajahnya tampak semakin merah. Setelah ditempeleng untuk yang ketiga kalinya, dan Gus Miek berniat maju lagi, Nyai Jogorekso mencegahnya.
”Sudah, Gus. Sudah cukup,” kata Nyai Jogorekso.
Ketika akan berpamitan pulang, Ki Jogorekso memeluk Gus Miek cukup lama.
Pada kesempatan yang lain, Gus Miek bersama KH. Abdul Hamid Kajoran berkunjung ke Watucongol.
“Mbah, mari ke Gunungpring!” ajak Gus Miek kepada KH. Abdul Hamid Kajoran.
“Mari,” jawab KH. Hamid.
Tiba di Gunungpring waktu hampir Ashar. Menaiki tangga jalan menuju makam yang panjang dan mendaki, Gus Miek menyuruh Sunyoto memapah KH. Abdul Hamid Kajoran. Di makam KH. Dalhar, Gus Miek memimpin tawasulan dan doa.
“Mbah, mari ke Mbah Jogo,” ajak Gus Miek kepada KH. Abdul Hamid Kajoran.
KH. Abdul Hamid pun mengiyakan. Tiba di rumah Ki Jogorekso, Gus Miek tiba-tiba menyelinap entah kemana, sementara KH. Abdul Hamid Kajoran dan Mulyadi sudah telanjur masuk, sementara Sunyoto hanya ada di luar menunggu Gus Miek. Tampak KH. Abdul Hamid duduk berbincang dengan Nyai Jogorekso dengan menunduk penuh hormat, sementara Mulyadi hanya diam saja.
Tiba-tiba Gus Miek masuk tanpa memakai peci, menepuk lutut Nyai Jogorekso yang saat itu duduk di kursi di seberang KH. Abdul Hamid.
“Mbah, saya akan berdoa, diamini ya?” kata Gus Miek, lalu berdoa sambil tetap berdiri. Nyai Jogorekso mengamini doa Gus Miek dan menjerit-jerit menyebut nama ALLAH, membuat Mulyadi dan Sunyoto merinding mendengarnya.

Tidak ada komentar: