div id='fb-root'/>
  • CAKNUN.
  • Bersama Zastrow el-ngatawi
  • Jombang 1-5 Agustus 2015.

Rabu, 28 Januari 2015

MBAH MA'SHUM "Si Ayam Jago" MENDIRIKAN PESANTREN

Al 'Arifubillah Almaghfurlah KH. Ma'shum Ahmad yg di kemudian hari dikenal dgn panggilan Mbah Ma'shum, pada masa kecilnya bernama Muhammadun. Diperoleh keterangan, Mbah Ma'shum belajar antara lain di Pesantren Sarang Rembang kpd Kyai Umar, di Pesantren Semarang kpd Kyai Ridwan, di Pesantren Bangkalan kpd Kyai Kholil, di Pesantren Jamsaren Solo kpd Kyai Idris, di Pesantren Kajen Pati kpd Kyai Nawawi dan Kyai Abdussalam, di Pesantren Damaran kpd Kyai Ma'shum dan di tanah suci Makkah kpd Syekh Mahfudz.
Pada waktu akan menuntut ilmu di Pesantren Kademangan Bangkalan Madura yg diasuh oleh Kyai Kholil, ada suatu kisah yg menarik. Sebelum kedatangan Mbah Ma'shum di pesantrennya, Kyai Kholil sdh mengetahui terlebih dahulu bahwa pomdoknya akan kedatangan ayam jago dari Jawa. Para santrinya disuruh menyambut ayam jago dari Jawa yg akan segera datang itu. Kyai penuh karomah itu terlebih dahulu menyediakan kurungan ayam utk calon santrinya itu. Dan benar, ketika Mbah Ma'shum tiba di pesantrennya, dgn serta merta Kyai Kholil mempersilakan muridnya yg baru datang itu utk segera masuk ke dlm kurungan ayam yg telah disediakan sang kyai.

"Ayo, masuk ke kurungan ayam ini. Ayo, ayam jago masuk ke kurungan ini," kata Kyai Kholil.
Sebagai santri, Mbah Ma'shum pun segera mengikuti kehendak sang kyai, tanpa membanta, lagi pula isyarat-isyarat tersebut memang sdh terbiasa dilakukan oleh Kyai Kholil.
Demikian pula, keanehan jg terjadi ketika Mbah Ma'shum hendak pulang dari pesantren Kademangan setelah sekian lama menuntut ilmu.
Setelah memohon diri utk pamit pulang kpd Kyai Kholil, Mbah Ma,shum pun berjalan pulang. Akan tetapi, baru beberapa langkah, Kyai Kholil memanggilnya kembali.
"Hey Ma'shum' kembali lagi kesini! Kembali lagi kesini!" ujar Kyai Kholil.
Kemudian Kyai Kholil mendo'akan Mbah Ma'shum dgn khusyu'
Setelah selesai berdo'a, Mbah Ma'shum diperbolehkan pulang. Akan tetapi, kejadian seperti semula terulang kembali. Setelah beberapa langkah berjalan, Mbah Ma'shum dipanggil lagi oleh Kyai Kholil.
"Hey Ma'shum, kembali lagi kesini! Kembali lagi kesini!" ujar Kyai Kholil.
Kemudian, Kyai Kholil mendo'akan Mbah Ma'shum dgn khusyu'.
Diceritakan bahwa pemanggilan itu terjadi berulang-ulang sampai 40 kali.
Perlakuan simbolik yg dilakukan oleh Kyai Kholil terhadap Mbah Ma'shum, di belakang hari memang terbukti. Yakni, Mbah Ma'shum yg dianggap sebagai ayam jago memang akhirnya terbukti jago dlm berbagai hal, terutama dlm bidang ilmu agama.
Sejak muda Mbah Ma’shum sudah hidup zuhud. Beliau sempat menjadi pedagang baju hasil jahitan Nyai Nuri, juga berjualan nasi pecel, lampu petromak, sendok, garpu, konde dan peniti. Sembari berdagang beliau juga menyempatkan diri untuk mengajar umat dan secara rutin berkunjung ke Tebuireng untuk mengaji kepada Kyai Hasyim Asy’ari, walau dari segi usia Mbah Ma’shum lebih tua. Mbah Ma’shum berhenti berdagang setelah bermimpi bertemu Rasulullah beberapa kali, di mana Kanjeng Rasul menasihatinya agar meninggalkan perdagangan dan beralih menjadi pengajar umat. Mimpi itu terjadi di beberapa tempat – di stasiun Bojonegoro, saat antara tidur dan terjaga, beliau berjumpa Kanjeng Rasul yang memberinya nasihat La khayra illa fi nasyr al-ilmi (Tiada kebaikan kecuali menyebarkan ilmu). Beliau juga bermimpi bersalaman dengan Kanjeng Rasul, dan setelah bangun tangannya masih berbau wangi.
Beliau juga bermimpi bertemu nabi sedang membawa daftar sumbangan untuk pembangunan pesantren, dan berpesan kepada Mbah Ma’shum, “Mengajarlah … dan segala kebutuhanmu Insya Allah akan dipenuhi semuanya oleh Allah.” Ketika dikonsultasikan dengan Kyai Hasyim Asy’ari, yang biasa memanggil Mbah Ma’shum dengan sebutan Kangmas Ma’shum karena sudah amat akrab, mengatakan mimpi itu sudah jelas dan tak perlu lagi ditafsirkan. Setelah mimpi-mimpinya itulah beliau menetap di Lasem dan istiqamah. mengajar.
Sebelum mendirikan pesantren, beliau berziarah dulu ke beberapa makam Wali Allah, seperti makam Habib Ahmad bin Abdullah bin Thalib Alatas, Sapuro, Kabupaten Pekalongan. Menurut Mbah Ma’shum, saat berziarah pada malam Jum’at, Habib Ahmad Alatas menemuinya dan memimpin doa bersama. Setelah itu Mbah Ma’shum keliling kota meminta sumbangan, dan berhasil mendapatkan sejumlah uang yang dibutuhkan untuk membangun pesantren.
Inilah dia Pesantren Al Hidayah, salah satu di antara 3 pesantren di tanah Jawa yg dlm pendiriannya diketahui mendapat perintah langsung dari Rasulullah, dua yg lain adalah Pesantren Darussalam yg didirikan KH. Nahrowie Dalhar dan pesantren yg di dirikan oleh KH. Ahmad Dimyathi Al Bantani.

Selain ke makam Habib Ahmad, beliau juga sering mendatangi haul Habib Ali bin Abdurrahman Al Habsyi (Habib Ali Kwitang), Jakarta, dan ke makam Mbah Jejeruk (Sultan Mahmud) di Binangun Lasem. Setiap kali berziarah ke makam Mbah Jejeruk ini Mbah Ma’shum selalu membaca Shalawat Nariyah 4444 kali dalam sekali duduk. Mbah Ma’shum juga istiqamah mengamalkan doa Nurun Nubuwwah selepas shalat Subuh dan Ashar.
Setelah beberapa lama mengembangkan pondok, pesantrennya kemudian dinamakan Pesantren al-Hidayat. Tetapi agresi Belanda tahun 1949 membuat Mbah Ma’shum harus mengungsi, dan pesantren mengalami masa vakum sampai situasi tenang dan aman kembali.
Mbah Ma’shum selama mengajar banyak berperan aktif langsung dalam pendidikan santrinya. Beliau juga memiliki kebiasaan mengajar beberapa kitab yang diajarkan terus-menerus berulang-ulang – artinya jika kitab itu khatam, maka akan dimulai lagi dari awal. Di antaranya adalah pelajaran al-Qur’an, Fathul Qarib, Fathul Wahhab, Jurumiyah, Alfiyah, al-Hikam ibn Athaillah, dan Ihya Ulumuddin. Mengenai kitab al-Hikam ini Mbah Ma’shum menyatakan bahwa beliau mengkhatamkannya sebanyak usia beliau. Mengenai Kitab Ihya, beliau berujar, “Saya khawatir kalau melihat santri yang belum pernah khatam kitab Ihya tapi sudah berani memberikan pengajaran kepada umat; yah, semoga saja dia selamat …” Fathul Wahhab juga dikhatamkan sebanyak usianya, sehingga beliau pernah berkata bahwa ilmu Fiqh telah ada di dalam dadanya. Ketika beliau sudah berusia lanjut, kebanyakan santri yang datang kepadanya umumnya punya tujuan utama tabarrukan, atau mengambil barokah spiritualnya. Dalam mengajar santri Mbah Ma’shum amat disiplin dan istiqamah, sebab istiqamah adalah lebih utama ketimbang seribu karamah. Beliau juga tak segan-segan menegur khatib Jum’at yang khotbahnya terlalu lama dengan cara bertepuk tangan.
Demikianlah sekelumit kisah Mbah Ma'shum, semoga kita mendapat hikmah dan keberkahan dari apa yg beliau lakukan.

Tidak ada komentar: