div id='fb-root'/>
  • CAKNUN.
  • Bersama Zastrow el-ngatawi
  • Jombang 1-5 Agustus 2015.

Rabu, 12 Februari 2014

TITIK TEMU SUNNI-SYIAH

Kiai Masdar menyatakan bahwa titik temu Sunni-Syi’ah adalah pada kalimah Laa ilaha ilallah, Muhammad ar-Rasulullah. Kiai Masdar juga menyindir salah satu “aliran” yang mengaku Ahlussunnah, tetapi tidak sesuai dengan ajarannya. Menurut Masdar, umat Islam harus belajar dari sejarah, dan bahwa perselisihan yang berlangsung selama berabad-abad harus dihentikan.

“Kita harus berkaca pada sejarah, seperti terjadinya konflik berdarah antarumat Kristen. Kita bisa meminimalisir konflik intern umat Islam yang diakibatkan hal sepele. Masih banyak urusan umat yang lebih penting untuk dicarikan solusinya,” tandasnya.

Selanjutnya, ia mengutarakan bahwa keimanan Muslim itu paranoid terhadap orang lain. “Kita takut melihat orang lain yang berbeda. Padahal, dalam al-Qur’an, 70 persen membicarakan tentang the others. Lagipula, terdapat hadits Nabi tentang firqah dimana Yahudi terbagi menjadi 71, Nasrani menjadi 72, sedangkan Islam 73 firqah. Jadi tafarruq itu inherent,” ujar Masdar dengan serius.

Ukhuwah, Bukan Melebur
Namun, Kiai Masdar juga meminta kaum Syiah agar menahan diri, tidak melakukan self-definition, serta kesediaan untuk tidak menggunakan diksi yang menohok agar tidak tercipta konflik.

“Ketika keyakinan menjadi wacana yang dipublikasikan, pasti memicu konflik. Syiah seharusnya belajar dari NU yang tasammuh dan tawazun. Ini merupakan kedewasaan dalam berkeyakinan atau berideologi karena terkait dengan wisdom (hikmah), bukan benar atau salah,” kata Masdar.

Kemudian, ia berpendapat bahwa Sunni dan Syiah lebih baik berkawan, bukan melebur menjadi satu. Masdar mengungkapkan bahwa keduanya memiliki persamaan tradisi, seperti tahlilan, maulid, ziarah kubur, shalawatan, tawassul, dan lainnya.

gusdurian2Bagi Masdar, perbedaan tafsir dan aturan fikih adalah lazim bagi kalangan NU. “Itu merupakan bagian dari kekayaan khazanah Islam yang diwarisi. Tugas kita adalah menjaga dan mengembangkan melalui dialog yang merujuk pada Gus Dur sebagai teladan par excellence,” ungkapnya lantang.
-Masdar Farit Mas'udi-

Tidak ada komentar: