Garuda begitu kuatnya, tak tersakiti oleh luka, tak bergeming oleh rasa sengsara, tak mati-mati dalam derita. Sekuat apapun sangkar yang mengurungnya, tak mampu menghalangi terbang jauh impian-impiannya, sedahsyat apapun penjara yang menghimpitnya, tak sanggup menahan cita-cita kemerdekaannya. Demikianlah Sang Garuda, gagah perkasa hingga akhir hayatnya, tinggal anaknya, menetas kesepian dari telornya, sangkar adalah angkasa kesempitan hidupnya, pemilik sangkar adalah Bapak dan Ibu tirinya. Anak Garuda sayapnya tak pernah berlatih terbang, Anak Garuda tidak mengerti kegagahan mengarungi angkasa, Anak Garuda tidak mengalami kemandirian mencari nafkah penghidupannya, Anak Garuda tidak mempunyai sejarah untuk punya cita-cita. Anak Garuda beranak pinak, sosok tubuhnya makin kecil makin kecil, pandangannya makin sempit makin sempit, jwanya makin dangkal makin dangkal. Anak Garuda turun temurun dari jaman ke jaman, kegagahan dan rasa percaya diri makin hilang, sibuk menghabiskan waktu untuk segala hal yang remeh temeh. Anak Garuda, cucu Garuda, Cicit Garuda, Cucunya cucu Garuda, Cicitnya cicit Garuda, melewati angkasa majapahit, demak mataram, mengabdi kepada Raja demi Raja yang juga semakin kehilangan Garuda. Akhirnya Kaum Walanda dari mancanegara, meresmikan pergantian namanya, dari Garuda menjadi Emprit ….. “ " Tikungan Iblis".
-- Teater Dinasti
-- Teater Dinasti
Tidak ada komentar:
Posting Komentar