Dr. KH. ABDUL GHOFUR MZ. Lc. M.SI |
1. Menurut bapak apa aliran Ahmadiyah itu?
Ahmadiyah
adalah aliran yang menjadikan Mirza ghulam Ahmad sebagai Imam Akbarnya.
ghulam lahir di Punjab India, pada tahun 1835, dan mengaku diri
mendapat wahyu sebagai nabi pada tahun 1876, saat itu usianya 41 tahun.
Ahmadiyah sendiri didirikan tahun 1889, tiga belas tahun kemudian. Ini
menyangkut karir pewahyuan.
Pada awal-awal
pewahyuan, ia masih ragu. Bahkan ia tidak berani menamakan diri sebagai
nabi, hanya muhaddats, atau orang yang diajak bicara oleh Allah SWT. Ia
juga tidak berani mengaku diri sebagai Al-Masih. Atau ketika dia mengaku
diri nabi, ia menganggap itu sebagai nabi majazan wa isti'aratan atau
nabi dalam arti metaforis.
Dan tampaknya
pada tahun 1889, ia telah mantap dengan wahyunya, maka mendirikan jamaat
Ahmadiyah. Walau sebetulnya kemantapan yang tegas baru terjadi pada
kira-kira tahun 1901, dua tahun setelah berdirinya jamaat Ahmadiyah.
2.
Bagaimanakah akidah mereka dan apakah akidah mereka telah keluar dari
maintream akidah islam sehingga mereka dapat dikatakan sesat atau bahkan
kafir?
Mirza
Ghulam Ahmad tampak sekali hidup dalam lingkungan sufistik yang kental,
sehingga ia tidak merasa asing dengan pertemuan langsung antara manusia
dengan tuhannya. Akan tetapi seperti sufi-sufi lainnya, ia beranggapan
bahwa karir kenabian telah berakhir. Pertemuan antara manusia dengan
Allah hanya bisa melalui "Ilham". Dalam wahyu-wahyu pertamanya, walaupun
sudah ada penyebutan "ya nabiy" atau bahkan "ya rasuul" dia lebih
memilih untuk memahami wahyunya itu dalam bentuknya yang metaforis.
Akan
tetapi seiring dengan karir pewahyuannya yang semakin meningkat, baik
folume maupun kwalitasnya, dia mulai mengubah pandangannya, keistimewaan
berdialog dengan Allah yang ia peroleh bukan semata ilham kewalian,
akan tetapi adalah wahyu kenabian.
Dalam
al-Khazan Arruhaniyah, dia menegaskan "Almuhaddats", atau seseorang
yang diajak bicara Allah, adalah nabi juga dalam salah satu artinya
walaupun ia tidak mencapai kenabian yang sempurna, ia tetap seorang nabi
parsial, karena ia mendapatkan kehormatan berdialog dengan tuhan, dan
mendapat kesempatan penampakan hal-hal yang gaib.
Atas
dasar inilah, akidah Ahmadiyah dibangun. Sebuah akidah yang menurut
pengikutnya, merupakan revolusi atas konsep pewahyuan lama.
Sampai
di sini, akidah Ahmadiyah tidak memiliki problem krusial. Dalam sebuah
hadits ditegaskan pertemuan dengan Tuhan adalah bagian dari kenabian,
atau kenabian yang sempurna. seperti riwayat Anas RA dari rasulullah
SAW. "Kerasulan dan Kenabian telah terputus, maka tidak ada nabi dan
rasul setelah diriku" Kata Anas: "ucapan baginda Rasul ini terasa berat
bagi kami" lalu nabi mengatakan "Akan tetapi Al-Mubasysyiraat" kami
menanyakan " Apa itu Al-Mubasysyiraat?" Kata Rasul "Mimpi-mimpi baik
seorang muslim, itu adalah bagian dari kenabian".
Jika
Pengakuan Mirza Ghulam Ahmad benar, maka itu adalah bagian dari
kenabian, atau kenabian yang tidak sempurna. Menurut pengakuan Mirza, ia
memang benar-benar berdialog dengan Allah SWT, dan hal itu ia peroleh
melalui perantara "Nur Muhammady". Dan dari Nur Muhammady ini, kemudian
lahir istilah "Naby Dzilly" atau nabi di bawah bayangan Nur Muhammady.
Nur Muhammady sendiri adalah konsep sufy yang dikenalkan oleh Al-Hallaj
dan Ibnu 'Aroby, dan luas dipercaya oleh para sufi. Ibnu 'Aroby juga
mengaku hal yang sama, ia dalam mi'rojnya, mendapatkan nahwu, melalui
perjalanan spiritualnya dibawah naungan Nur Muhammady.
Problem
MGA (Mirza Ghulam Ahmad) menjadi serius, ketika pengakuannya ia sertai
dengan "tahaddy", atau tantangan. Kenabian dan kerasulan adalah konsep
internal dan eksternal sekaligus, semantara konsep kewalian, atau yang
diistilahkan oleh MGA dengan kenabian parsial, atau kenabian dzilly,
adalah internal belaka. Dalam pandangan para sufy, kewalian yang
sempurna adalah bagi mereka yang mampu menyimpan rahasia ketuhanan.
Al-Hallaj, ketika sadar dari "Jadzabnya", benar-benar menyesal karena
telah mengumbar "rahasia ketuhanan".
Maksud
dari eksternal adalah bahwa kenabian harus disuarakan kepada khalayak.
dan untuk itu, kenabian memputuhkan dua hal. pertama tahaddy, atau
tantangan atas sebuah mukjizat. kedua seorang nabi harus Ma'sum saat
menyuarakan wahyu. tanpa kedua hal ini, kanabian menjadi tidak bermakna.
Dan kenabian seperti ini implikasinya sangat berat. Sangat tepat sekali
Baginda Rasul mengakhirinya saja.
Karena
jika tantangan sudah diumumkan, dan kema'suman telah menyertainya, maka
yang ia suarakan adalah kebenaran belaka. Persis disinilah keruwetan
kenabian itu. Permasalahannya bukan lagi kebenaran kenabian itu sendiri,
tetapi telah masuk kepada pembawanya, yakni nabi itu sendiri. umat nabi
bukan lagi harus percaya kepada kebenaran kandungan wahyu, tapi juga
harus percaya kenabian pembawanya.
Dalam
pandangan umat islam secara umum, tidak lagi konsep kemaksuman setelah
Nabi Muhammad, biarpun tinggi derajat seseorang, dan biarpun kemampuan
dia berdialog dengan Tuhan. Biarpun pengakuan MGA benar, tetaplah dia
tidak ma'sum -dan karena itu boleh dikritisi-, dan tidak ada konsekuensi
apapun dengan tidak mempercayainya. Ibnu Taymiyah, yang sangat kritis
terhadap Ibnu 'Araby, tidak kurang sedikitpun ketakwaanya, apalagi
keislamannya, biarpun yang benar misalnya Ibn 'Araby. Kenabian parsial
setelah Nabi Muhammad adalah internal.
MGA
dengan memposisikan diri sebagai nabi dengan tahaddynya, ia telah
menjadi "diktator" kebenaran. Kandungan wahyunya menjadi kebenaran
mutlak, dan tidak boleh dikritik. Penafsirannya terhadap penyaliban Nabi
Isa misalnya, menjadi satu-satunya penafsiran yang benar. bahkan
implikasinya lebih luas lagi, yang tidak sah menjadi imam shalat bagi
Ahmady. Nereka yang jelas-jelas tidak iman kepada kenabian MGA jika mati
tidak boleh dishalati jenazahnya.
Di
sinilah perbedaan antara sufisme Ahlussunah Wal Jama'ah dari sufisme
yang dikembangkan MGA. Jelas sekali, MGA telah menyimpang dari
paham-paham sufistik Ahlussunnah Wal Jama'ah, walau untuk mengatakan dia
telah keluar dari Islam kurang tepat. Dia tetap Muslim, tetapi konsep
ke-Islamannya menjadi radikal, tidak jauh beda dari para
fundamentalis-fundamentalis lainnya, yang ingin mengasai kebenaran
penafsiran Islam.
Dia
memang telah mengkafirkan kelompok non-Ahmady, termasuk para sufy
Ahlussunnah Wal-Jama'ah, tetapi tidak seyogyanya kita ikut membalas
sikap itu. "Walaa yajrimannakum syanaanu qoumin 'alaa anlaa ta'diluu, I'diluu huwa aqrabu littaqwa."
3.
Jikalau mereka telah sah kesesatannya atau kekafirannya menurut
syayat-syarat dan kreteria syari'at, bagaimana tanggapan bapak terhadap
sekelompok orang yang mendukung mereka? dan apakah mereka sama saja
dalam pandangan syari'at islam atau beda?
Ada
dua hal yang harus dibedakan, mendukung kesesatannya dan mendukung
konsep kehidupan bernegara dengan naungan Pancasila. mendukung dalam
arti yang pertama adalah keslahan, dan saya kira tidak ada yang
melakukan itu kecuali mereka yang percaya pada kenabian MGA. Akan tetapi
mendukung dalam arti kedua hanya perbedaan pandangansaja dalam
ber-Islam di negeri seperti Indonesia. tidak lebih dan tidak kurang.
Tugas kita adalah menjelaskan kepada umat tentang bahayanya konsep kenabian MGA agar tidak terjerumus ke dalamnya.
4. Kapan dan bagaimanakah paham dan ajaran Ahmadiyah masuk Indonesia?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar