Almaghfurlah KH. Bisri Syansuri lahir di Desa Tayu, Pati, Jawa Tengah pada tanggal 28 Dzulhijjah 1304 H / 18 September 1886 M. Lahir dari keluarga penganut tradisi keagamaan yang sangat kuat, yang menurunkan ulama-ulama besar dalam beberapa generasi.
Pada usia 7 tahun Mbah Bisri belajar agama pada Kiai Sholeh di Desa kelahirannya. Selanjutnya belajar pada KH. Abdul Salam di desa Kajen. Pindah ke Pesantren Kasingan Rembang untuk belajar pada Kiai Cholil Harun, lalu ke Kiai Syuaib di Pesantren Sarang. Pada usia 15 tahun belajar pada Syaikhona Kholil Kademangan, Bangkalan.
Mbah Bisri juga melakukan tradisi “santri keliling” dengan menuntut ilmu di Pesantren Tebuireng selama 6 tahun, dibawah asuhan Hadhratussyekh KH. Hasyim Asy’ari. Lalu melanjutkan pendidikannya ke Makkah selama 2 tahun. Sekembali dari Makkah ia menetap di Jombang, karena menikah dengan Nyai Hj. Khadijah adik KH.Abdul Wahhab Hasbullah. Di kota itulah Mbah Bisri mendirikan Pondok Pesantren Manba’ul Ma’arif, Denanyar.
Mbah Bisri termasuk salah seorang Kyai yang hadir dalam pertemuan 31 Januari 1926 di Surabaya, saat para ulama menyepakati berdirinya organisasi NU. Kiai Bisri duduk sebagai A’wan (anggota) Syuriah dalam susunan PBNU pertama kali itu.
Pada masa perjuangan kemerdekaan, Mbah Bisri bergabung ke dalam barisan Sabilillah dan menjabat sebagai Kepala Staf Markas Besar Oelama Djawa Timoer (MBO-DT) yang kantornya di belakang pabrik paku Waru, Sidoarjo.
Sejak KH. Hasyim Asy’ari wafat pada tahun 1947, jabatan Rais Akbar dihapuskan, diganti dengan Rais ‘Aam. Posisi itu dijabat oleh KH. Abdul Wahhab Hasbullah, dimana Mbah Bisri ditetapkan sebagai wakilnya. Tahun 1971 ia menggantikan Kiai Wahab sebagai Rais ‘Aam sampai akhir hayatnya.
Dalam bidang politik, Mbah Bisri pernah menjadi anggota BP KNIP mewakili Masyumi. Hasil pemilu 1955 mengantarkan dirinya menjadi anggota Konstituante, sampai lembaga itu dibubarkan oleh Presiden Soekarno lewat dekrit Presiden 5 Juli 1959. hasil Pemilu 1971 mengantarkan Kiai Bisri kembali duduk sebagai anggota DPR RI dari unsure NU. Jabatan itu dipegangnya sampai beliau wafat.
Ketika PPP dibentuk oleh pemerintah Orde Baru dari unsur-unsur partai Islam peserta pemilu 1971, Mbah Bisri ditunjuk sebagai Rais ‘Aam Majelis Syuro partai tersebut. Dalam beberapa forum, sikapnya dikenal keras dan sulit diajak kompromi. Sebab sudut pandang yang dipakai lebih banyak pada kacamata fiqih. Namun Mbah Bisri selalu konsisten dengan sikapnya. Peristiwa dalam Sidang Umum MPR 1978 adalah salah satu contohnya.
Selain berkakak ipar K.H.Abdul Wahab Hasbullah, Mbah Bisri juga berbesan dengan KH. Hasyim Asy’ari, gurunya. KH. Abdul Wahid Hasyim, menikah dengan Nyai Hj. Solichah, putrinya. Dari pernikahan merekalah lahir KH. Abdurrahman Wahid, alias Gus Dur, yang kelak akan menjadi Presiden.
Sampai akhir hayatnya Mbah Bisri masih menjadi anggota DPR, Rais ‘Aam PBNU, Rais ‘Aam Majelis Syuro DPP PPP, di samping aktif mengasuh Pondok Pesantren Denanyar yang didirikannya sejak tahun 1917. Kiai Bisri wafat di Jombang pada tanggal 25 April 1980 dalam usia 94 tahun, dan dimakamkan di komplek Pesantren Denanyar.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar