Ciri khas penampilan dalam
berpakaian kaum sarungan (santri) adalah tidak lepas dari bakyak,
sarung, baju koko dan kopyah. Banyak filosofi yang terkandung dalam
simbolisasi penamaan pakaian kaum sarungan tersebut, diantaranya:
1. Bakyak asal katanya dari al-Baqa’ wa al-Yaqin. Ke mana-mana selalu
ingat Allah, meyakini bahwa Allah adalah Dzat Yang Maha Kekal. Karena
lidah Jawa sulit mengucapkannya maka Baqa’ dibaca “Bakyak”.
2. Sarung asal katanya dari Syar’an. Artinya dalam kehidupannya
senantiasa mengamalkan syariat Islam. Karena lidah Jawa sulit
mengucapkannya maka Syar’an dibaca “Sarungan”.
3. Baju koko
asal katanya dari potongan ayat Walibasuttaqwa dzaliku khair (QS.
al-A’raf ayat 26). Senantiasa mengingatkan bahwa pakaian taqwa adalah
sebaik-baik pakaian. Karena lidah Jawa sulit mengucapkannya maka Taqwa
dibaca “Koko”.
4. Kopyah asal katanya dari Khufyah, artinya
disembunyikan. Walau kepala kita pintar dan jenius jangan dipamerkan dan
jangan ditonjokan, tapi disembunyikan. Kalau orang pakai kopyah berarti
mengingatkan untuk tidak sombong. Karena lidah Jawa sulit
mengucapkannya maka Khufyah dibaca “Kopyah”.
Dalam Dalam suatu syair disebutkan:
وخي لباس المرء طاعة ربه * ولا خير فيمن كان لله عاصيا
“Baju dan hiasan yang paling indah adalah taat kepada Rabbnya # Dan tidak ada kebaikan bagi orang yang bermaksiat pada Allah.”
(Disarikan dari taushiyyah Prof. Dr. KH. Said Aqil Siradj Ketum PBNU di
Pondok Pesantren Sulaiman Trenggalek). Wallahu al-Musta’an A’lam.
Keterangan foto: Gus Ma’shum (KH. Ma’shum Jauhari), Pengasuh Ponoes
Lirboyo Kediri dan Ketum Pagar Nusa, bersama Bung Haji Rhoma Irama serta
para pendekar Pagar Nusa.
http://www.muslimedianews.com/2013/12/suluk-kaum-sarungan-santri.html
http://pustakamuhibbin.blogspot.com/2013/12/suluk-kaum-sarungan-santri.html