Sejarah singkat bangsa Arab Pra Islam
Istilah arab digunakan untuk menyebut daerah padang pasir “jazirah arab”. Sedangkan secara etnis ia digunakan untuk menyebut penduduk yang tinggal di Timur tengah dan Afrika Utara.
Para pakar sejarah membagi kaum arab menjadi tiga, yaitu;
a. Arab Badui, yaitu bangsa arab yang sejarahnya tidak pernah diketahui secera detail. Misalnya kaum Ad, Tsamud, Thasm, Hadramaut dan sebagainya.
b. Arab ‘Aribah, yaitu bangsa arab keturunan Yasyjub bin Ya’rub bin Qahthan. Kebanyakan dari mereka tinggal di Yaman. Adapun dua kabilah yang sangat terkenal dari ‘Aribah adalah Himyar dan Kahlan.
c. Arab Musta’rabah, yaitu arab keturunan nabi Ibrahim as.
Sebelum Islam datang, arab dikuasai oleh suku atau kabilah-kabilah. Tak heran jika awal dakwah Islam, Rasulullah saw menghadapi rasa fanatik kesukuan yang masih kental. Hal ini tentunya akan menghambat persatuan umat Islam. Maka dalam mengambil kebijakan politik, beliau sangat berhati-hati dan cermat demi menjaga keutuhan umat.
Berkaitan dengan agama, arab pra Islam memeluk agama Ibrahim. Namun nantinya ketauhidan mereka akan terkontaminasi dengan menyembah berhala. Mereka menganggap bahwa berhala-berhala tersebut merupakan perantara antara mereka dengan Tuhan.
Adapun keadaan masyarakat sebelum datangnya Islam mereka tenggelam dalam adat jahiliyah. Seperti membunuh anak perempuan, sistem jual beli yang banyak mengandung unsur tipu dan merugikan, percaya akan sebuah ramalan dan lain-lain. Meskipun demikian bangsa Arab dikenal bangsa pemberani yang memiliki rasa kesukuan tinggi.
Lahirnya Peradaban Islam Menumbangkan Jahiliy (571-632 AD)
Lahirnya peradaban Islam dimulai sejak lahirnya Rasulullah saw. Berita tentang lahirnya seorang nabi akhir zaman yang dijanjikan terdengar seantero negeri arab. Dikatakan oleh Qâdli ‘Iyâd bahwa menjelang lahirnya nabi yang dikatakan Isa as dengan nama Ahmad, banyak sekali orang arab yang memberi nama anaknya yang baru lahir dengan nama Ahmad dan Muhammad dengan harapan ialah yang akan menjadi nabi yang dinantikan.
Pada usianya yang ke-40, Rasulullah mendapatkan wahyu dan mulai berdakwah baik kepada kerabat ataupun penduduk Makkah secara sembunyi dan terang-terangan. Dakwah era Makkah selama 13 tahun, kaum muslimin mengalami ancaman, siksaan, boikot dan pengusiran dari kaum musyrikin. Oleh sebab itu, untuk melindungi kaum muslimin dari siksaan yang bertubi-tubi, Rasulullah memerintahkan mereka agar berhijrah (emigrasi). Adapun hijrah pertama kali ke negeri Habsyah pada tahun ke-5 setelah Rasul diutus yang dipimpin oleh Usman bin Affan. Kaum kafirpun tak tinggal diam, mereka mengutus dua orang, yaitu ‘Amr bin Ash dan Abdullah bin Abi Rabi’ah untuk membujuk raja Nejus agar menolak kedatangan kaum muslimin dan menjelaskan bahwa mereka membawa agama yang berbeda dengan agama nenek moyang. Bertindak sebagai juru bicara atas kaum kaum muslimin, Ja’far bin Abi Thalib menjelaskan dan mematahkan tuduhan kedua orang kafir tersebut.
Suhu permusuhan antara kaum muslimin dan musyrikin di Makkahpun makin memanas. Setelah semua usaha untuk menghancurkan Islam dikerahkan dan tidak membuahkan hasil, justru sebaliknya kaum muslimin semakin bertambah, merekapun memboikot Bani Hasyim yang membantu dakwah Muhamad saw selama tiga tahun, dari 7-10 masa utus rasul. Diantara isi boikot tersebut adalah dilarang mengadakan transaksi jual beli dengan bani Hasyim, dilarang menikahkan anak mereka dengan Bani Hasyim, dilarang berbicara dan memasuki rumah mereka dan tidak ada belas kasihan kepada mereka karena telah membantu dakwah Muhammad saw.
Tiga tahun kemudian, setelah ada beberapa orang dari Madinah yang membaiat diri dalam Bait Aqabah pertama (tahun kesebelas) dan kedua (tahun kedua belas) untuk setia membela Rasulullah saw, Rasulullah pun memutuskan berhijrah dan memulai dakwah era Madinah. Di sinilah nantinya peradaban dan bibit awal negara Islam tumbuh menjadi kuat.
Madinah, Cikal Bakal Penguasa Timur Tengah
Setelah 13 tahun di Makkah dakwah Islam menuai penolakan yang dahsyat dari penduduknya. Demi melanjutkan misi dakwah dan mewujudkan masyarakat Islam, Rasulpun mencari lahan dakwah baru dan mendapatkan wahyu agar berhijrah ke Madinah. Beliaupun disambut dengan gembira oleh penduduk Madinah yang sebagian besar sudah memeluk Islam sejak tahun 11 pasca diutusnya rasul (620 AD).
Meskipun Rasullah saw sudah menemukan tempat yang aman untuk berdakwah, beliau masih mendapatkan tantangan baik dari dalam ataupun luar Madinah. Adapun tantangan dari dalam yaitu tidaklah semua penduduk Madinah waktu itu sudah memeluk agama Islam. Akan tetapi mereka terbagi menjadi tiga kelompok; Pertama, kelompok masyarakat yang sudah memeluk Islam (Anshar). Kedua, kelompok masyarakat yang tetap dalam kemusyrikannya. Kelompok ini dipimpin oleh Abdullah bin Ubay yang sekaligus menjadi pemimpin orang-orang munafiq Madinah. Sebelum kedatangan kaum muhajirin, ia memimpin suku Aus dan Khazraj. Sehingga kedatangan Rasul saw seolah merampas kekuasaanya. Maka sejatinya mereka ini memusuhi dan ingin melawan Islam, tetapi karena jumlahnya sedikit dan keadaan tidak memungkinkan, merekapun mengurungkan tujuannya. Abdullah bin Ubay sendiri baru masuk Islam setelah perang Badar, tapi itu hanya siasat busuknya untuk menghancurkan Islam. Sedangkan kelompok ketiga adalah Yahudi-Madinah. Awalnya Mereka menebarkan permusuhan terhadap Islam secara sembunyi-sembunyi. Namun pada akhirnya mereka benar-benar menentang Islam. Mereka begitu membenci Islam karena fanatisme Yahudi yang menolak kerasulan Muhammad saw lantaran tidak dari golongan mereka. Inilah tantangan dari dalam yang dihadapi Rasulullah saw.
Sedangkan tantangan dari luar berupa permusuhan dari Qurays Makkah yang terus dilancarkan. Meskipun Rasulullah saw bersama sahabatnya telah hijrah ke Madinah, nampaknya orang Qurays Makkah masih belum puas memusuhi Islam. Mereka terus menghasut orang-orang musyrik di jazirah Arab untuk memusuhi kaum muslimin di Madinah. Akhirnya aktifitas perdagangan keluar masyarakat Madinah mati. Maka seolah-olah ini adalah boikot orang musyrik arab terhadap kaum muslimin Madinah.
Ada sebuah pengamatan menarik yang dilakukan oleh seorang penulis tanah air, Mansour Fakih melalui tulisannya yang berjudul “Mencari Teologi untuk Kaum Tertindas”. Ia beranggapan bahwa perlawanan Quraisy Mekkah terhadap Muhammad saw-Islam tidak sebatas karena teologi, akan tetapi perlawanan akan paham egalitarianisme yang dibawakan oleh Rasulullah saw untuk menandingi dan membebaskan masyarakat Makkah dari sistem kapitalis. Karena saat itu Makkah merupakan pusat perekonomian kapitalis yang terbangun atas koorporasi suku-suku penguasa perdagangan kawasan Bizantium.
Fase Pemerintahan Rasulullah
Corak kepemimpinan Rasulullah bersifat sentral, artinya kekuasaan legislatif, eksekutif dan yudikatif di tangan pimpinan. Adapun pemerintahan Rasulullah saw melewati beberapa fase yang bisa dikelompokkan menjadi tiga, yaitu:
1. Fase Pertama(622-628 AD/1-6 H)
Fase pertama dalam pemerintahan Madinah diantaranya; membangun sistem masyarakat yang baru (reformasi), perjanjian dengan orang Yahudi (Piagam Madinah) dan perjuangan berdarah (melalui beberapa peperangan).
a. Membangun Sistem Masyarakat Baru
Setibanya di Madinah, Rasulullah saw langsung membangun masyarakat barunya dengan beberapa cara. Pertama, membangun pusat pemerintahan dengan membangun sebuah masjid. Saat itu fungsi masjid tidak hanya tempat untuk beribadah, namun juga sebagai pusat pemerintahan, tempat Rasulullah mengajarkan ilmu kepada para sahabatnya, tempat tinggal pemimpin negara dan kaum faqir muhajirin (ahli suffah) serta tempat berkumpulnya kaum Aus dan Khazraj yang dahulunya saling bermusuhan dan sekarang bersatu atas nama Islam.
Kedua, mempersaudarakan antara kaum muhajirin dan anshar. Hijrah dari tempat tinggal dan meninggalkan rumah, harta bahkan sanak famili tentunya berpengaruh terhadap psikologi kaum muhajirin. Di sinilah hebatnya kepemimpinan Rasulullah saw, beliau paham betul dengan psikologi sahabatnya. Untuk membangun sebuah masyarakat yang kuat, belia pun lalu mempersaudarakan kaum muhajirin dengan kaum anshar. Kaum ansharpun rela membagikan sebagian bahkan lebih harta benda, istri, pekerjaan dan rumah mereka kepada kaum muhajirin. Sebetulnya ada rahasia penting dibalik persaudaraan ini, ia tak hanya sebatas untuk mengurangi beban dan membantu kaum muhajirin, namun bertujuan untuk menghilangkan fanatisme jahiliyah dan memberanguskan perbedaan warna kulit, nasab dan negara. Maka tidaklah ada ukhuwah dan kasih sayang selain atas nama Islam.
b. Perjanjian dengan Yahudi
Setelah membangun pondasi masyarakat baru, Rasulullah saw pun menempuh langkah selanjutnya yaitu mengadakan hubungan keluar dengan non muslim Madinah. Sementara yang terdekat dengan kaum muslimin saat itu adalah kaum Yahudi-Madinah. Maka Rasulullah saw mengadakan perjanjian dengan mereka yang lebih kita kenal dengan Piagam Madinah (Mitsaq al-Madinah).
Perjanjian ini bertujuan untuk mewujudkan keamanan dan keselamatan bersama, baik pihak muslimin ataupun yahudi. Di samping itu, perjanjian ini juga berfungsi sebagai undang-undang yang berisikan peraturan-peraturan mengenai kehidupan sosial antar semua elemen masyarakat di sana. Hasilnya adalah terbentuknya sebuah komunitas yang bersatu di Madinah dibawah pimpinan Rasulullah saw. Perjanjian ini juga merupakan representasi dasar kehidupan bernegara yang penuh dengan nilai toleransi, keadilan, inklusivisme dan menjunjung tinggi asas maslahat bersama (demokrasi). Meskipun akhirnya orang yahudi menodai perjanjian tersebut dan berbuah peperangan, seperti perang di Bani Qainuqo (2 H) dan Bani Nadhir (4 H).
Menurut sejarawan dan sosilog Barat diantaranya adalah Robber N. Bellah, seorang sosiolog dari Harvard University, ia mengatakan "there is no question but that under Muhammad, Arabian society made a remarkable leap forward in social complexity and political capacity."
c. Perjuangan Berdarah
Baru berjalan beberapa tahun, pemerintahan Rasulullah langsung mendapatkan ancaman dan perlawanan dari musuh-musuh Islam. Banyak sekali dalam buku-buku sirah yang menceritakan tentang peperangan di masa Rasulullah saw beserta nilai dan pelajarannya. Misalnya perang Badar (2 H), Uhud sebagai pembalasan musyrikin Makkah atas kekalahan mereka di perang badar, Ahzab (5 H) yang merupakan keberhasilan bani Quraidhah menghasut orang-orang kafir Qurays bersatu menghancurkan umat Islam Madinah.
Disamping peperangan ada peristiwa penting, yaitu tatkala kaum muslimin dilarang menunaikan umrah pada tahun 6 H oleh musyrikin Makkah yang berbuah sebuah perjanjian yang kita kenal dengan perjanjian Hudaibiyyah (628 AD/6 H). Bertindak sebagai diplomat kaum muslimin saat itu adalah Usman bin Affan. Adapun mengenai isi perjanjian itu semula banyak kaum muslimin yang menentangnya, karena mereka melihat ini berat sebelah dan menguntungkan pihak Qurays. Berbeda dengan Rasulullah saw, beliau menilai perjanjian ini sangat menguntungkan pihak Islam, salah satunya adanya gencatan senjata selama sepuluh tahun.
2. Fase Kedua (628-630 AD/6-8 H)
Rasulullah saw benar-benar memanfaatkan perjanjian Hudaibiyyah untuk melebarkan sayap dakwah Islam ke luar Madinah. Sejarah mencatat dalam fase kedua ini ada dua langkah yang beliau ambil dalam berdakwah.
Pertama, melebarkan dakwah Islam ke luar dengan cara menjalin komunikasi dengan para penguasa lain lewat korespondensi surat berupa ajakan tauhid. Rasulullah memilih beberapa sahabat untuk mengirimkan surat kepada raja-raja, diantaranya Amr bin Umayyah (untuk raja Nejus-Ethiopia, Ashamah bin al-Abjar), Hatib bin Abi Balta’ah (kepada raja Mesir, Juraij bin Matta atau Muqoiqis), Abdullah bin Hudzafah (untuk raja Persi, Khusrau), Dahyah bin Khalifah al-Kalbiy (untuk Kaisar Romawi, Heraclius), al-‘Ala’ bin Hadromi (untuk penguasa Bahrain, Munzir bin Saway), Salith bin ‘Amr al-‘Amiry (untuk penguasa Yamamah, Hauzah bin Ali), Suja’ bin Wahab (kepada penguasa Damaskus, al-Haris bin Abi Syamri al-Ghassaniy) dan Amru bin Ash (untuk raja ‘Uman, Jaifar dan saudaranya al-Julanday).
Inilah sebuah langkah yang ditempuh Rasulullah demi menjalin komunikasi dengan para penguasa demi mengenalkan dakwah Islam kepada mereka.
Kedua, melawan siapa saja yang menghalangi dakwah Islam yang tercatat dalam perang mu’tah (629 AD/8 H) dan Fath Makkah (630 AD/8 H). Dalam langkah korespondensi ajakan tauhid, ada salah satu utusan yang mendapatkan gangguan di tengah perjalanan, yaitu al-Harits bin Umair al-Azdiy, utusan Rasulullah untuk penguasa Basrah. Di tengah perjalanan ia dibunuh oleh Syarahbil bin Amr al-Ghassani yang merupakan salah satu gubernur dibawah bangsa Romawi di Syam. Mendengar berita tersebut Rasulullah saw langsung mengumpulkan pasukan muslimin yang dipimpin oleh Zaid bin Haritsah, Ja’far bin Abu Thalib, Abdullah bin Rawahah dan Khalid bin Walid. Ini merupakan perang pertama kali antara kaum muslimin dengan Romawi, penguasa adidaya waktu itu. Meskipun jumlah pasukan muslimin sedikit (tiga ribu), namun mampu memukul mundur pasukan musuh yang berjumlah 200.000 orang. Setelah perang usai, dunia arab dan barat mulai mengenal betapa kuatnya kaum muslimin. Bagi kaum muslimin, peperangan ini merupakan pintu pembuka untuk menyebarkan dakwah ke luar Madinah yang terangkum dalam ekspansi Islam masa khilafah.
Baru dua tahun perjanjian Hudaibiyyah disepakati, Bani Bakr yang merupakan sekutu Quraisy Makkah sudah menghianatinya. Mereka menyerang Bani Khuza’ah yang telah bergabung dengan muslim Madinah. Akhirnya pada bulan Ramadhan 8 H (630 AD) Rasulullah saw beserta 10.000 kaum muslimin menuju Makkah. Beliaupun berhasil memasuki kota Makkah dengan damai yang sering kita kenal dengan pembebasan kota Makkah (Fath Makkah).
3. Fase Ketiga (630-632 AD)
Pada fase ketiga ini lebih kita kenal dengan penyebaran Islam keluar dan berbondong-bondongnya suku-suku di jazirah arab untuk masuk Islam.
Keberhasilan kaum muslimin membebaskan kota Makkah nampaknya semakin membuat amarah suku-suku di jazirah arab. Kaum Badui dari suku Hawazin dan Tsaqifpun bersatu untuk menyerang pasukan muslimin. Namun Rasul mendengar siasat mereka dan langsung mengambil langkah preventif yang berbuah perang Hunain, Autas, dan Thaif.
Tak hanya suku arab yang membenci keberhasilan umat Islam, namun orang-orang Bizantium merasa kekuatan Islam harus segera dipatahkan sebelum berkembang besar yang nantinya akan mengancam dominasi mereka di jazirah Arab. Dibawah komando kaisar Heraclius yang bersatu dengan Ghassaniyah (Kristen Arab) dengan pasukan yang berjumlah 40.000 orang mereka hendak menyerang Hijaz. Rasulpun mengetahui rencana mereka dan langsung mengumpulkan 30.000 pasukan muslimin. Bersama dengan pasukan muslimin Rasul berangkat ke Tabuk, namun beliau tidak menemukan satupun pasukan Romawi. Akhirnya beliau memilih untuk menetap selama 10 hari sambil mengunjungi kabilah yang berada di sekitar Tabuk. Usaha Rasulpun berhasil dan banyak dari kabilah-kabilah tersebut bergabung dengan Islam dan tidak lagi tunduk kepada Bizantium.
Di samping itu, setelah peristiwa Fath Makkah banyak sekali orang-orang dari beberapa suku di jazirah yang berbondong-bondong pergi ke Makkah untuk belajar Islam. Diantaranya dari Bani Fazarah, Hanifah, ‘Amir bin Sa’sa’ah, Tayyi’ dan lain-lain. Setelah mengenal Islam, merekapun kembali ke kabilahnya dengan membawa misi Islam. Akhirnya kabilah demi kabilah di jazirah Arab pun mulai berbondong-bondong masuk Islam.
Setelah melihat keberhasilan dakwah Islam, pada tahun 632 AD/11 H Rasulpun merasa bahwa tugasnya telah selesai. Pada senin, tanggal 12 Rabiul Awwal baginda Rasulullah saw pun menghadap sang Khaliq.
Kejayaan Islam Pasca Rasulullah saw (632-1258 AD)
Sepeninggal Rasulullah saw sayap Islam akan terbentang semakin luas. Beberapa ekspansi akan dilancarkan, sistem pemerintahan, sains, teknologi berkembang pesat. Adapun mengenai kekuasaan pasca Rasul saw bisa kita bagi menjadi tiga, yaitu khulafaurrasidin , Daulah Umayyah dan Daulah Abbasiyah.
1. Masa Khulafaurrasidin (632-661 AD)
Setelah wafatnya Rasulullah saw kepemimpinan umat dipegang oleh para sahabat pengganti Rasul yang kita kenal dengan istilah Khulafa ar-Rasyidin. Istilah ini dikenal untuk menyebutkan empat pemimpin Islam pasca Rasul, yaitu Abu Bakar, Umar bin Khattab, Usman bin Affan dan Ali bin Abu Thalib. Mereka dipilih melalui beberapa cara yang berbeda karena Rasulullah saw tidak pernah menunjuk siapa yang akan menggantikannya. Adapun ciri umum sistem pemilihan dan memutuskan suatu perkara adalah melalui musyawarah.
a. Abu Bakar (632-634 AD)
Abu Bakar merupakan khalifah yang dipilih melalui musyawarah dan seluruh kaum muslimin membaitnya. Sebagai pemimpin umat ia disebut khalifah rasulillah yang nantinya akan berubah menjadi khalifah saja atau khalifah Allah. Sistem pemerintahannya bersifat sentral yang berasaskan al-Qur’an dan sunnah. Meskipun hanya dua tahun banyak prestasi yang ditorehkan semasanya, diantaranya;
- Menjaga keutuhan umat dengan memerangi orang-orang yang enggan membayar zakat dan suku-suku di jazirah arab yang tidak tunduk kepada Islam pasca mangkatnya Rasul bahkan menganggap Islam hanya di masa Nabi saw (murtaddin) yang terangkum dalam perang Riddah. Di samping itu, Abu Bakar juga menghadapi pertentangan dari Musailamah al-Kazab (nabi palsu) dan dibasmi oleh Khalid bin Walid dalam perang Yamamah
- Ekpansi Islam
Setelah perlawan dalam negeri usai, Abu Bakarpun mengirim beberapa pasukan ke luar Madinah. Ia memilih Khalid bin Walid untuk pergi ke Irak (dari arah barat daya) dan Iyyad bin Ghunam (dari arah timur laut), merekapun berhasil menguasai wilayah al-Hirrah (634 AD). Kemudian ia juga memilih empat panglima, Abu Ubaidah ibnul Jarrah, Amr ibnul 'Ash, Yazid ibn Abi Sufyan dan Syurahbil untuk dikirim ke Syam.
- Mengumpulkan al-Qur’an menjadi mushaf
b. Umar bi Khattab (634-644)
Sebelum meninggal, Abu Bakar bermusyawarah dengan para sahabat untuk memilih penggantinya. Ia pun mengajukan Umar dan diamini oleh sahabat yang lain. Hal ini ia lakukan untuk mencegah perpecahan umat. Ia pun memimpin umat selama sepuluh tahun. Di tanganlah ekpansi besar-besaran dimulai, diantaranya;
- Syiria dan Palestina
Tahun 635 AD pecahlah pertempuran Yarmuk antara kaum muslimin dengan tentara Romawi. Pasukan muslimin pun memperoleh kemenangan. Sedangkan panglima Herkules lari ke Antakiyah (salah satu kota di Turki). Sementara pasukan Romawi melarikan diri ke Damaskus. Setahun kemudian pasukan muslimin berhasil merebut Damaskus dan menguasai seluruh Syiria dan Palestina.
- Irak, Basrah, Kufah, Khurasan dan Mesir
Setelah kemenangan pada perang Yarmuk, Syiriapun dijadikan basis ekspansi Islam ke Irak, Basrah, Kufah dan Mesir. Di bawah panglima Sa’ad bin Abi Waqash Irak, Basrah dan Kufah ditaklukkan (637 AD). Sementara Amru bin Ash berhasil menaklukkan Mesir (641) setelah mendapatkan perlawanan dari tentara Romawi dan Raja Muqaiqis. Di pihak lain pasukan muslimin dibawah Ahnaf bin Qais terus melebarkan ekpansi timur Persia (Khurasan) dan terus mendesak kaisar terakhir Persia, Yazdgird III. Ia pun terbunuh dan berakhirlah kekuasaan persia di muka bumi.
Keberhasilan Umar dalam ekpansinya menuntut ia harus merubah sistem administrasi pemerintahan. Ia pun membagi wilayah Islam menjadi delapan propinsi; Makkah, Madinah, Basrah, Syiria, Kufah, Khurasan, Palestina dan Mesir. Angkatan militerpun ditingkatkan. Mulai menggaji gubernur dan bawahan, mendirikan Bait Mal serta menempa mata uang. Untuk memisahkan lembaga yudikatif dan eksekutif, Umarpun mendirikan pengadilan.
Inilah beberapa keberhasilan Umar dalam kepemimpinannya. Pada tahun 644 ia terbunuh oleh seorang budak Persia bernama Abu Lu’luah.
c. Usman bin Affan (644-655 AD)
Selama pemerintahan Usman, Islam mengalami kemajuan baik dalam bidang militer, ekpansi dan pembangunan. Namun di masa pemerintahan pulalah muncul fitnah yang akan memecah belah kaum muslimin. Beberapa keberhasilan Usman diantaranya;
- Militer
Atas usulan Muawiyah, untuk pertama kalinya Islam memiliki armada laut. Armad laut inipun akan menguasai laut tengah dan di sepanjang pantai Romawi.
- Ekspansi
Pada masa Usman ekspansi Islam berhasil melebar ke daerah Armenia, Tunisia, Cyprus, Rhodes, Transoxania (ma waraa an-nahr) dan sisa-sisa kekuasaan Persia.
- Pembangunan
Dimasanya Usman membangun jalan-jalan, jembatan, memperluas masjid Nabawi. Untuk mencegah banjir ia pun membangun bendungan, disamping juga pengaturan distribusi air ke kota-kota.
Selain keberhasilan Usman dalam memimpin umat, hal penting yang menjadi pembahasan bahkan perdebatan sengit di kalangan umat Islam adalah fitnah pada masanya yang berakhir dengan terbunuhnya dzunnurain. Padahal semua riwayat tentang terbunuhnya Usman yang “diamini” oleh para sahabat tidaklah kuat. Maka bisa disimpulkan bahwa fitnah ini merupakan keberhasilan seorang Yahudi bernama Abdullah bin Saba’ menghasut kaum muslimin.
d. Ali bin Abu Thalib (655-660 AD)
Suasana politik di masa Ali cukup panas. Tuntutan qishas atas pembunuhan Usman diajukan kepadanya. Namun karena situasi politik yang saat itu belum normal, Ali pun memilih untuk menangguhkan permintaan qishas tersebut. Akhirnya perpecahan umat pun tak bisa dihindari hingga berbuah peperangan antar kaum muslimin. Diantarnya perang jamal (Ali dengan Zubair, Thalhah dan Aisyah), perang shiffin (Ali dengan Muawiyyah) dan pemberontakan kaum Khawarij.
Perseteruan antara antara Ali dengan Muawiyyah dalam perang shiffin berakhir dengan perdamaian yang kita kenal dengan “Tahkim Daumatul Jandal”. Dalam tahkim tersebut Ali berkenan menanggalkan kekuasaannya. Selanjutnya kursi kepemimpinan diserahkan kepada Hasan bin Ali. Namun situasi politik umat semakin memanas dan untuk menyatukan umat kembali, Hasan pun menyerahkan kepemimpinan umat kepada Muawiyyah. Inilah cikal bakal lahirnya dinasti Umayyah yang sistem pemilihan pemimpin tidak lagi melalui musyawarah, tetapi secara turun-temurun (monarki).
Islam Masa Dinasti Umayyah
Pasca khulafa ar-rasyidin kepemimpinan umat dilanjutkan oleh Dinasti Umayyah yang berpusat di Damaskus. Selama 91 tahun (661-750) dinasti ini berkuasa dan membawa kemajuan bagi umat Islam. Diantaranya dalam bidang militer, tatanegara, pemerintahan, ekonomi dan ekspansi. Adapun nama-nama penguasa Dinasti Umayyah antara lain;
1. Muawiyyah I (661-680) 9. Umar (II) bin Abdul Aziz (717-720)
2. Yazid I (680-683) 10. Yazid II (720-724)
3. Muawiyyah II (683-684) 11. Hisyam bin Abdul Malik (724-743)
4. Marwan (I) bin Hakam (684-685) 12. Al-Walid II (743-744)
5. Abdullah bin Zubair (685), peralihan pemerintahan 13. Yazid III (744)
6. Abdul Malik bin Marwan (685-705) 14. Ibrahim (744)
7. Al-Walid (I) bin Abdul Malik (705-715) 15. Marwan II (744-750)
8. Sulaiman bin Abdul Malik (715-717)
a. Muawiyyah (661-680)
Masa pemerintahan Muawiyyah, keadaan umat Islam kembali tenang setelah terjadinya kekacauan pasca terbunuhnya Usman hingga turunnya Ali ra. Sekitar 19 tahun ia memimpin dan membawa kemajuan di dalam pemerintahan Islam, diantaranya;
- Militer
Muawiyyah merapikan angkatan militer, pasukan muslimin semakin kuat dan yang paling signifikan adalah di bidang armada laut. Pasukan muslimin memiliki sekitar 1700 kapal lengkap yang nantinya akan menyerang Bizantium dan Konstantinopel.
- Mendirikan pos-pos pengantar surat kerajaan.
Untuk mempermudah dan mempercepat pengiriman surat, ia pun meniru orang-orang persia yang mendirikan pos-pos pengantar surat. Di setiap pos ia sediakan kuda dan antara satu pos dengan yang lainnya berjarak sekitar 10 mil.
- Mencetak mata uang
- Menjadikan qadli sebagai profesi khusus
Sedangkan beberapa ekspansi yang dilancarkan Muawiyyah antara lain;
- Tunisia
- Sebelah timur meliputi Khurasan hingga sungai Oxus, Afganistan hingga Kabul.
b. Abdul Malik bin Marwan (685-705)
Masa pemerintahannya ia melanjutkan ekspansi ke timur yang sudah dimulai sejak pemerintahan Muawiyyah. Ia pun berhasil menaklukkan Balkh, Bukhara, Khawarizm, Ferghana dan Samarkand bahkan sampai ke India dan dapat menguasai Balukhistan, Sind dan daerah Punjab sampai ke Multan. Di samping itu ia juga merapikan administrasi pemerintahan dan memberlakukan bahasa Arab sebagai bahasa resmi pemerintahan Islam.
c. Al-Walid bin Abdul Malik (705-715)
Masa al-Walid bisa dibilang masa gemilang pertama bagi Dinasti Umayyah. Kehidupan negara yang tentram, aman dan makmur dirasakan umat Islam saat itu. Melanjutkan perjuangan ayahnya, ia pun mendirikan fasilitas-fasilitas umum seperti rumah sakit khusus bagi penderita Lepra di Damaskus. Ia pun menyediakan pembantu yang digaji oleh negara bagi orang-orang lumpuh serta penuntun bagi orang-orang buta yang dirawat di panti-panti. Tak hanya itu, ia juga membangun jalan-jalan yang menghubungkan satu daerah dengan yang lain, gedung pemerintahan serta masjid-masjid megah seperti masjid raya Damaskus yang dibangun pada masanya.
Perihal ekspansi, semangat penyebaran Islam yang ia miliki pun besar. Beberapa ekspansi yang ia lakukan diantaranya dari Afrika Utara menuju barat daya (Eropa) dan berhasil menaklukkan Al-Jazair dan Maroko (711 AD). Di bawah panglima Thariq bin Ziyad, pasukan kaum muslimin berhasil menyeberangi lautan yang memisahkan Maroko dengan benua Eropa dan mendarat di selat Gibraltar (jabal thariq). Ia pun mengalahakan pasukan Raja Roderick(penguasa Gotich) dan berhasil menaklukkan Spanyol.
d. Umar bin Abdul Aziz (717-720)
Meskipun hanya tiga tahun, ia mampu membawa umat Islam ke dalam kemakmuran. Sebagai seoarang pemimpin, ia terkenal sangat arif dan bijaksana. Maka seringkali orang menyebutnya Umar II karena sifat-sifat yang tak jauh beda dengan Umar bin Khatab.
Seperti pendahulunya, beberapa ekspansi juga dilancarkan. Dengan memerintahkan Abdurrahman al-Ghafiqi, pasukan kaum muslimin yang berada di Spanyol melebarkan sayap Islam menuju Perancis. Namun ditengah perjalanan Abdurrahman terbunuh. Pasukanpun kembali ke Spanyol.
e. Hisyam bin Abdul Malik (724-743)
Sepeninggal Umar, keadaan umat kacau balau. Hal ini berlangsung hingga pemerintahan Hisyam. Meskipun ia sangat kuat gelombang perlawananpun semakin kuat. Apalagi ia harus menghadapi bani Hasyim yang dibantu oleh golongan mawali. Keadaan kacau balau ditambah tekanan dari oposisi tak sanggup ia hadapi. Keadaan ini diperparah dengan lemahnya para pengganti Hisyam. Akhirnya bani Hasyim pun berhasil merebut kekuasaan, Dinasti Umayyah tumbang (750) digantikan oleh Dinasti Abbasiyah.
Setelah melihat perjalanan pemerintahan Dinasti Umayyah, dapat kita simpulkan bahwa ekspansi Islam saat itu meliputi Spanyol, Afrika Utara, Syria, Palestina, Jazirah Arabia, Irak, sebagian Asia Kecil, Persia, Afganistan, daerah yang sekarang disebut Pakistan, Turkmenia, Uzbek, dan Kirgis di Asia Tengah. Khusus Spanyol, kekuatan Umayyah akan tetap bertahan meskipun kekuasaan sudah diambil alih Dinasti Abbasiyah di Bagdad.
Keberhasilan umat Islam dalam menyebarkan sayapnya tak lepas dari semangat jihad dan penyebaran Islam yang terus berkobar sejak Rasulullah hingga penaklukan ke beberapa tempat di luar Madinah. Hasilnya sekitar tujuh abad Islam menguasai dunia.
2 komentar:
Assalamualaikum
Terima Kasih Akhi, artikelnya sangat bagus. Hanya kalau boleh saya menambahkan untuk Artikel ini diberikan info asalk tautan artikelnya agar lebih jelas. Syukron
Ya...makasih masukannya.
Posting Komentar